Mata Detective Tua.

Kapten pensiunan polisi berdiam dan menatap dalam-dalam di mata nya. Pandangan itu lama kelamaan membuat si penjahat menjadi salah tingkah, tidak berani balas menatap, tetapi tidak dapat menghindarinya. Makin lama makin resah penjahat licin itu tiada terkirakan, membuatnya histeris, hingga akhirnya. .

Suatu masa, adalah seorang polisi di kota metropolitan di Amerika Serikat. Prestasinya sangat baik, praktis tak ada penjahat yang dapat lolos dari kejarannya; keberadaannya menggentarkan niat para kriminal melakukan kejahatan.

Hanya saja, kepuasannya berkarir terusik dengan tingkah seorang penjahat licin, yang berpindah tempat melakukan kejahatannya, dari satu negara bagian ke negara bagian lain. Beberapa kali berhasil ditangkapnya, namun kembali dibebaskan atas keputusan pengadilan, karena liciknya ia ber-alibi didukung saksi yang ter-intimidasi.

Mata detektifBetapa geramnya ia bahwa perampok dan pemerkosa, yang ditangkap dengan susah payah, pengejaran siang malam dan biaya tak sedikit, dan partnernya pernah terluka parah, harus kembali dilepas.
Berulang demikian dalam beberapa tahun terakhir masa dinasnya berpangkat letnan.

Memasuki masa pensiunnya ia berpangkat kapten, ketenangannya menjalani hari tua terganggu dengan masih terbebas keliaran penjahat itu.

Suatu pagi, tengah berkendara menuju danau untuk memancing, radio memberitakan penangkapan kembali penjahat itu, ia diduga adalah pelaku perampokan pada minggu sebelumnya. Mendengar itu, spontan dialihkannya arah mobil menuju markas, tempat berkantor semasa masih aktif.

Rekan lamanya merasa senang namun terkejut atas kedatangannya ketika mengetahui akan minatnya meng-introgasi penyahat favorite nya. Melihat tekadnya dan mengingat riwayat keterhubungannya dengan penjahat itu, pejabat yang bertugas memperkenan minatnya.

Dengan langkah mantap ia memasuki ruang interogasi, dimana penjahat telah duduk. Diambilnya kursi, lalu berhadapanlah dua orang yang sudah lama saling mengenal, si penjahat menyambutnya dengan seringai penuh percaya diri.

Setelah berbasa basi layaknya dua orang berteman, kapten polisi pensiunan itu mulai bertanya mengenai keberadaan si penjahat pada kejadian kejahatan minggu yang lalu. Sebagaimana biasanya diwaktu sebelumnya, si penjawab dengan sangat meyakinkan menyatakan alibi nya di tempat lain, dan bahwa ia tidak bersalah.

Interogasi dilanjutkan berulang kali, tetap belum tampak titik terang untuk menjerat si penjahat licin. Kemudian pensiunan polisi berdiam, menatapnya, dalam-dalam di mata nya. Pandangan itu, lama kelamaan membuat si penjahat menjadi salah tingkah, tidak berani balas menatap, tidak juga dapat menghindar dalam ruang pemeriksaan. Makin lama makin resah si penjahat tiada terkirakan.

“Ok, saya memang berada di lokasi tempat kejadian itu dan saya yang melakukannya.” Dilanjutkan dengan menuturkan rincian jalan kejadian, kemana ia melarikan diri untuk bersembunyi, sampai pada siapa yang membantu dalam persembunyian dan dimana hasil kejahatan disimpan. Penjahat menuturkan semua pengakuan dengan histeris.

Polisi lain sedang memperhatikan dari ruang sebelah, melalui kaca pandang satu arah, merekam semua pengakuan penjahat. Setelah dirasa cukup, mereka memasuki ruang interogasi untuk menjebloskan penjahat kembali ke dalam tahanan.

Mereka merasa senang dan memberi selamat atas keberhasilan menjerat si penjahat kali ini kepada kolega lama yang masih terdiam duduk bersandar, yang ternyata telah meninggal karena serangan jantung.

Kepolisian mencatatkan keberhasilan menjebloskan penjahat itu sebagai prestasinya, walau di dalam masa pensiun. Setelah hidupnya berakhir, dengan tatapan mata masih sempat ia mencatat prestasi.

Apakah pesan yang disampaikan melalui kisah ini menurut pembaca yang budiman?