Keunikan kepribadian adalah karunia yang besar. Karunia itu terlihat mulai anak-anak, sejak bayi, balita dan seterusnya. Karunia yang sungguh mengagumkan, menarik sekali melihat anak-anak berprilaku sebagai dirinya sendiri yang unik.
Menjelang remaja, keunikan itu meluntur, seiring dengan meluasnya pergaulan. Ketika dewasa keunikan makin samar. Karena pengaruh trend setter, bintang idola, membuat mereka ingin menjadi orang lain, tidak menjadi dirinya sendiri.
Keunikan pribadi positip adalah daya pikat sejati.
Dalam ingatan manusia, kesan kepribadian lebih kuat tertanam dari pada penampilan (visual). Setelah terlupa wajah atau penampilan phisik, mungkin masih teringat kesan mengenai pribadi, yang pernah tertanam dalam ingatan.
Disayangkan, para remaja memperhatikan penampilan phisik dari pada kepribadian, walaupun dipahami sebagai proses puber yang normal. Mereka yang canggung pada masa peralihan, merasa bukan anak-anak, tetapi belum bisa berprilaku sebagaimana orang dewasa.
Pada masa remaja itulah keunikan positip, yang sebelumnya sangat menarik, menjadi luntur perlahan sirna, tergerus bermacam godaan dan pengaruh pergaulan, bagaikan ujian yang menggoyah pribadi yang memang belum mantap itu.
Diantara godaan tersebut, adalah komentar teman-teman sepergaulan yang bernada sumbang, mengejek terhadap prilaku teman yang sebenarnya positip. Untuk jelasnya kita melihat kisah nyata ini.
Dua puluh lebih mahasiswi berkumpul, merayakan ulang tahun seorang dari mereka, di rumah penulis; mereka bersenda gurau sambil mempersiapkan piring, sendok, dan berbagai hidangan diatas meja, di halaman belakang rumah.
Seorang diantaranya, sebut saja bernama Ida, menjadi sasaran, diperolok yang lain.
“Selesai ini Ida, mengepel dan cuci piring, ya?” Setiap teman yang baru tiba mengulang kata kata itu, sementara yang diperolok diam saja. Atas pertanyaan penulis, kemudian mereka menerangkan asal mula timbulnya hal itu.
Ida bertempat tinggal di luar Jakarta, berjarak cukup jauh dengan kampus di Jakarta, di mana Ida mengikuti kuliah, pergi pulang kuliah menggunakan transport umum. Sekali- sekali, bila kuliah selesai agak jauh malam, dengan seizin orang tuanya, Ida menginap, bermalam di rumah teman kuliah perempuan.
Bangun pagi, kamar tidur teman dimana ia menginap selalu dirapihkannya, mulai dari sprei tempat tidur mereka semalam, meja rias meja rias sampai buku-buku.
Untuk keunikan nya ini, ia diganjar dengan olok-olok pemilik kamar: “Wah rapih sekali nih, gak ngepel sekalian, ga nyuci piring?”
Tragisnya kemudian, sapaan itu tidak lagi monopoli seorang saja melainkan menyebar diramaikan teman-teman lain dalam setiap pertemuan. Beberapa bulan berjalan, dan tidak ada lagi penggalan kalimat “Wah rapih sekali”, yang tertinggal hanyalah kalimat: “Gak ngepel, gak nyuci piring?”
Amat disayangkan, jikalau Ida melepas keunikan nya itu, dikarenakan olok-olok teman. Keunikan yang sangat positip; menunjukkan kepribadian ber terima kasih, kepribadian yang menyukai kerapihan dan kebersihan.
Kepribadian pada Ida, akan lama diingat orang, sebagai hal yang baik dari dirinya.
Sesungguhnya, godaan penggoyah hal positip kepribadian, tidak hanya dialami remaja, yang telah berusia lanjut pun mengalaminya. Namun hendaklah kita menyadari bahwa hal positip kepribadian adalah keunikan yang berdaya pikat besar.
Kesan kepribadian akan tersimpan dalam ingatan orang untuk waktu yang lama, walau penampilan phisik sendiri sudah terlupa. Mungkin kita sudah terlupa akan rupa wajah bintang seperti Whitney Houston, tetapi kita masih mengingat kesan mengenai pribadi dan prestasinya bernyanyi.
Mementingkan penampilan phisik, sementara kepribadian positip yang unik diabaikan, adalah sungguh suatu kebodohan.