Adalah seorang muda dan kaya, ia merasa yakin telah menuruti segala perintah Allah. Bertanyalah orang itu kepada Yesus sekiranya ia akan memperoleh hidup yang kekal: “Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?” Mat19: 17,18
Atas pertanyaan itu, Yesus menganjurkan menjual segala milik dan dibagikan kepada orang miskin, agar menjadikan sempurna perbuatan baiknya. Mendengar itu, orang berharta itu pergi dengan sedih.
Kemudian, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: . . .
“Lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada orang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.” Mat19: 24
Mengenai unta dan lobang jarum.
Dari antara beberapa penafsiran adalah, bahwa lobang jarum adalah pintu berukuran kecil pada benteng yang mengelilingi Yerusalem. Pada benteng memang ada gerbang, yang hanya dibuka pada saat tertentu saja. Saat gerbang ditutup, warga keluar masuk benteng melalui lobang jarum, begitupun dengan unta yang menjadi alat transportasi.
Tidak mudah bagi unta melewati lobang jarum. Walau semua bawaan dan pelana telah dilepas dari punggungnya, unta masih harus berlutut lalu merangkak melewati pintu.
Pendapat lain menafsirkan lobang jarum adalah jalan sempit di pegunungan, demikian sempit sehingga barang dagangan harus diturunkan dari punggung unta untuk dapat melewati jalan setapak, kendati mengundang resiko serangan perampok.
Sikap yang berkenan dihadapan Allah.
Demikian sukar bagi orang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Tetapi apakah Yesus menyatakan bahwa kesukaran itu disebabkan oleh kekayaannya? Sama sekali tidak!
Yesus menjawab pertanyaan orang muda itu sedemikian, dikarenakan keyakinan akan memperoleh hidup yang kekal atas segala yang telah diperbuatnya, yang tersirat pada caranya bertanya: “Apa lagi yang masih kurang?”
Pertanyaan mana tidak bernada sikap diri merendah dihadapan Tuhan.
Kepemilikan atas kebendaan atau kekuasaan duniawi, pada gilirannya membuat orang berkeyakinan akan kemampuan ber-negosiasi dan ber-transaksi. Tetapi semua atribut dan kemampuan itu justru harus ditanggalkan dihadapan Allah, ditambah lagi dengan sikap diri merendah. Seperti perumpamaan, dan lebih sukar, dari pada unta melewati lobang jarum.
Allah tidak berkenan dengan status kebanggaan dan kekayaan dunia, dihadapan Allah setiap orang adalah setara dan Allah hanya berkenan kepada manusia rendah hati.
Lalu, bagaimana dengan orang miskin? Ini adalah pertanyaan logis yang timbul searah dengan pertanyaan murid-murid-Nya yang gempar: “Jika demikian, siapakah yang akan diselamatkan?” Mat19: 25
“Bagi manusia hal itu tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu adalah mungkin.” Dengan satu kalimat ini, Yesus menjawab pertanyaan murid-murid-Nya, sekaligus juga menyatakan bahwa apapun diperbuat manusia, tidak akan membuat manusia pantas menagih hidup yang kekal. Tidak bagi si kaya, tidak bagi si miskin, tidak juga bagi para murid-murid-Nya. Semua menjadi mungkin hanya dengan perkenan Allah.
Jawab Kristus ini sungguh di luar harapan murid-murid-Nya, keruan saja menimbulkan pertanyaan, antara lain oleh Petrus: “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?” Mat19: 27
Yesus menghibur dan meyakinkan mereka, bahwa setiap orang yang karena nama-Nya meninggalkan rumahnya atau keluarga atau harta bendanya, akan menerima imbalan seratus kali lipat dan memperoleh hidup yang kekal. Mat19: 28
Hendaknya diperhatikan bahwa pernyataan ini sama sekali tidak dimaksudkan sebagai kepantasan menagih. Imbalan dan hidup yang kekal hanya akan terjadi oleh perkenan Allah, bagai prerogative yang tidak dapat digugat. Mat19: 26
Sebagai penutup Yesus menambahkan, bahwa perkenan Allah atas imbalan dan hidup yang kekal tidak mengenal senioritas. Tidak ada urutan, tidak ada ‘first come first get’ sebagaimana dikatakan-Nya: “Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu. Mat19: 30
Sampai disini kita telah memahami mengenai perumpamaan unta dan lobang jarum. Akan tetapi, apakah yang dimaksud dengan meninggalkan rumah atau keluarga atau harta benda karena nama-Nya? Apakah ini berarti harus tinggal sebatang kara dalam keadaan miskin harta demi mengikuti-Nya?
Semoga kita dapat memahami mengenai konteks itu dalam artikel mendatang.