Sepenerima firman Tuhan Musa menuruni gunung dengan dua loh batu, bertuliskan Sepuluh Perintah Allah. Tetapi apa yang didapatinya? Bangsa Israel sedang melakukan pemujaan kepada sebentuk anak lembu terbuat dari emas, dengan riangnya, mereka mempersembahkan korban bakaran, yang duduk, menari, makan, minum, bersukaria.
Rupanya mereka yang tidak sabar menunggu kembalinya Musa telah mendesak Harun agar diperbolehkan membuat altar pemujaan. Mereka mengumpulkan perhiasan yang ada pada mereka, emas dilebur, dipahat menjadi bentuk anak lembu dan diletakkan di atas altar untuk disembah sebagai allah mereka.
Hukuman atas penyembahan berhala.
Betapa marah Musa menyaksikan, bahwa begitu ringan dan cepat mereka berpaling dari Allah, kembali kepada penyembahan berhala. Dalam marah dilemparnya kedua belah batu bertulis Sepuluh Perintah Allah tulisan jari-Nya dan pecahlah batu itu.
Harun, yang memperkenankan semua itu, ditegurnya dengan keras.
Musa merusak patung anak lembu emas itu dibakar dan digilingnya hingga menjadi bubuk lalu ditabur ke air, untuk minuman orang Israel.
Menyadari dosa yang telah diperbuat, bani Lewi menjalankan petunjuk Musa, dengan pedang terhunus yang terikat di pinggang masing-masing, mereka berjalan hilir mudik sehingga saling melukai, berakhir dengan tiga ribu orang Israel tewas. Disusul dengan membayar jiwa anak laki-laki dan saudara mereka sebagai bakti kepada Tuhan.
Keesok hari, Tuhan mengabulkan permintaan Musa untuk menangguhkan hukuman. Hanya saja, kemudian perjalanan menuju tanah yang dijanjikan tiada lagi dengan Allah ditengah mereka, sebagai ganti kehadiran-Nya, adalah malaikat utusan yang berjalan di depan.
Alasan diperbuat demikian agar kegeraman Tuhan tak sampai membinasakan semua mereka di tengah perjalanan. Atas ancaman mengerikan itu sepanjang perjalanan dari gunung Horeb, mereka tertunduk, tak seorang yang mengenakan perhiasan, berharap sikap mereka dapat meredakan murka Tuhan.
Kendati demikian, Musa mendirikan kemah sebagai tempat pertemuan dengan Tuhan yang letaknya berjauhan dari perkemahan mereka. Setiap kali Musa masuk ke dalam kemah, tak lama berselang, tiang awan turun dan berhenti di pintu kemah itu. Semua kejadian diikuti pandang mereka dan bersembah sujud di depan pintu kemah masing-masing. Usai pertemuan, Musa kembali ke kemahnya sedang Yosua bin Nun, abdinya, tetap, tetap tinggal disana.
Menulis ulang perintah di atas batu.
Sesuai perintah-Nya, Musa memahat lagi loh batu, seukuran dengan batu yang telah pecah dilempar. Tuhan berkenan menulis ulang perintah-Nya.
Sebagaimana sebelumnya, di subuh hari, Musa mendaki gunung Sinai dengan batu loh itu. Selagi ia menyambut kedatangan-Nya, dimintakan Musa lagi pengampunan bagi bangsa Israel.
Diatas gunung itu, Tuhan berfirman, akan janji menghalau musuh mereka, perintah merubuhkan tugu berhala, akan perayaan paskah, korban bakaran, korban selamatan, mezbah, Sabat, perpuluhan, dan lain lain.
Empat puluh hari empat puluh malam Musa bersama Tuhan tanpa makan-minum.
Musa turun dari atas gunung, dengan membawa kedua loh hukum Allah di tangannya. Wajah Musa bercahaya, dikarenakan telah berbicara dengan Tuhan. Cahaya wajahnya membuat takut orang Israel yang melihatnya. Untuk itu Musa menyelubungi wajahnya setiap kali terpancar cahaya. Hanya waktu menghadap Tuhan selubung ditanggalkan.
Musa menyampaikan segala firman dan perintah untuk dikerjakan, mulai pembuatan tempat kudus, kemah suci dan segala perlengkapan, sampai kepada pakaian jabatan, untuk dikenakan dalam kebaktian di tempat kudus, juga pakaian kudus bagi Harun.
Semua di kerjakan seturut petunjukNya.
Lalu awan menutup kemah pertemuan, kemuliaan Tuhan berada diatas kemah. Tuhan kembali memimpin perjalanan bangsa Israel; bilamana awan naik ke atas kemah suci, berangkatlah mereka dari tempat berkemah. Di malam hari, di dalam kemah terdapat api menyala, terlihat oleh setiap orang dari kemah masing-masing.
Mempersiapkan laskar dan strategi pasukan Israel.
Dalam pertemuan lanjut Tuhan berfirman, mengenai keimaman (lihat kitab imamat) dan perwalian mengepalai dua belas suku bangsa untuk pendamping Musa.
Mengadakan sensus dan merekrut tentara membentuk pasukan atas laki-laki berusia mulai dua puluh tahun dan mampu untuk berperang dipimpin kepala suku.
Sensus dilakukan oleh Musa dan Harun, di padang gurun Sinai; anggota pasukan dari dua belas suku berjumlah enam ratus tiga ribu lima ratus lima puluh. Orang Lewi dan orang Kehat adalah suku dari bapa leluhur, oleh karena itu tidak termasuk diantara dua belas suku; mereka ditugaskan mengurus kemah suci serta perlengkapan, membongkar dan memasangnya. Untuk tugas mana, kemah mereka berposisi mengelilingi kemah suci, tempat hukum Tuhan.
Formasi perkemahan kedua belas suku berlokasi agak jauh dari kemah suci, demikian strategi pertahanan diatur. Dalam perjalanan, kemah suci dikelilingi laskar orang Lewi ditengah-tengah dua belas laskar lainnya. Pendisiplinanpun ditegakkan, dengan Harun sebagai imamnya.
Tuhan menyikap kerakusan dan ketidak percayaan kepadaNya.
Akan tetapi banyak yang terpengaruh provokasi antara mereka sendiri, selalu terdapat sikap bersungut dikala merasa berkekurangan. Hingga sekali bangkit murka-Nya, api Tuhan menyala merambat pada tepian perkemahan mereka. Api padam setelah Musa berdoa kepada-Nya ditengah jeritan teriak mereka yang ketakutan. Bil11:1
Tidak jarang Musa mengalami kesulitan ‘menengahi’, suatu kali mengalami puncaknya ber frustrasi. Tuhan menolong Musa, dengan membagi beban rasa tanggung jawab ke atas tujuh puluh para tetua Israel. Segera Tuhan memenuhi janji akan daging, burung puyuh berjumlah besar di laut, ditiupkan angin dan dihamburkan ke atas perkemahan mereka. Dalam sebulan, setiap hari mereka mendapat daging. Bil 11:4,11,31,32
Perintah Tuhan agar hendaknya memakan secukupnya saja tiada diindahkan, burung-burung ditimbun di sekitar kemah, bangkit murka-Nya atas keserakahan, dijatuhkan-Nya tulah atas mereka yang telah dikuasai nafsu, banyak yang tewas, dimakamkan di Kilbrot-Taawa.
Saat di Hazerot, Musa mengambil seorang perempuan Kush sebagai isteri. Adik Musa yang bernama Miryam, mempertanyakan sikap saudaranya serta perkenaan Tuhan. Untuk itu, Miryam dikenakan hukuman, ia menderita penyakit kusta selama 1minggu lamanya. Setelah ia pulih, barulah mereka berangkat dari Hazerot menuju padang gurun Paran.
Di pegunungan tanah Negeb mereka mengamati keadaan Kanaan. Karena takut akan berperang, kembali mereka menista-Nya, mempertanyakan sekiranya Tuhan memang menghendaki kematian mereka di ujung pedang, karena itu mereka berniat menunjuk pemimpin baru, untuk membawa mereka kembali ke Mesir. Bangkitlah murka-Nya.
Bil 14:3,4,22-27
Menjelang akhir perjalanan ke tanah terjanji.
Pengintai yang dikirim untuk menyelidik keadaan di Kanaan, kembali dengan laporan yang menyesatkan bahwa tempat itu busuk, bersungutlah orang Israel mendengarnya. Untuk perbuatan itu si pengintai terkena tulah dan mati dihadapan Tuhan.
Yosua bin Nun dan Kaleb bin Nefune tetap tinggal hidup karena mereka membawakan kabar yang benar mengenai Kanaan. Bil 14:36-39
Melihat betapa kesungguhan Tuhan, di pagi hari, sebagian dari mereka bertekad maju menyerbu ke tanah yang dijanjikan tanpa penyertaan-Nya, tanpa dapat dicegah Musa. Porak porandalah mereka diserang orang Amalek dan orang Kanaan, hingga terpaksa mundur hingga ke Horma.
Dalam saat itu, Korah, Datam dan Abiram, tiga tokoh pemimpin dua ratus lima puluh orang Israel untuk membangkang. Mereka berakhir tragis, ditelan bumi bersama seisi keluarga. Tanah tempat mereka bersama keluarga berkemah terbelah dan menelan semua hidup-hidup. Masih berlanjut tulah menelan jiwa empat belas ribu tujuh ratus orang Israel lain yang bersikap melawan.
Pada akhir perjalanan, dengan penyertaan Tuhan, bangsa itu dipimpin Yosua bin Nun menyeberang sungai Yordan yang terlebih dulu telah dikeringkan-Nya. Tibalah bangsa Israel di tanah yang dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyang mereka.
Musa dan Harun tak sempat menginjakkan kaki kesana. Harun meninggal ketika masih di sekitar gunung Hor. Musa sendiri hanya berkesempatan memandang tanah Kanaan dikejauhan, dekat tanah Moab, dimana Musa kemudian meninggal.
Demikian kisah perjalanan menuju ke tanah yang dijanjikanNya. Dapatkah diibaratkan perjalanan hidup di bumi sebelum mencapai sorga, tempat yang juga dijanjikan Tuhan kepada umatNya?