Semasa Kristus di bumi, adalah dua kanak-kanak sahabat karib, di kota Judea. Mereka berpisah karena satu diantaranya, bernama Messala, mengikut orang tua nya pindah ke Roma, sedang yang lain bernama Judah Ben-Hur, tetap tinggal di kota Judea.
Belasan tahun kemudian, terjadi pergolakan di Judea, warga kota menentang terhadap penindasan oleh kekaisaran Roma yang berkuasa. Untuk tindakan antisipasi terhadap kemungkinan timbul pemberontakan, kaisar Roma mengirim tambahan pasukan, dan diantara komandan pasukan itu adalah Messala.
Messala kecil telah tumbuh dewasa datang sebagai perwira pasukan Roma. Setibanya di kota asal, ia mengunjungi sahabat masa kecilnya, Judah, saudagar muda kaya raya, menjalankan usaha keluarga. Dua pemuda gagah bertemu berbincang melepas rindu.
Percakapan tak berlangsung lama, beralih menjadi perdebatan. Pribadi Messala telah banyak berubah, kehidupan di Roma mem buatnya melupakan dari mana ia berasal, yang dipentingkan hanya ambisi karirnya; Judah dimintanya agar menyerahkan nama-nama tokoh penentang kekuasaan Roma.
Mulai dibujuk halus sampai dipaksa, Judah tetap menolak berkhianat kepada sesama warga kota. Gagal dengan upayanya, dengan berang Messala pergi meninggalkannya dengan pilihan, berpihak kepadanya atau menjadi musuhnya.
Berselang seminggu, pasukan Roma mempamer kekuatan, dengan berparade keliling kota Judea untuk menggentarkan semangat memberontak, warga menyaksikan di sisi jalan. Adik perempuan Judah bersama para dayang, menyaksikan dari balkon rumah, tanpa sengaja ia menyinggung genting, beberapa buah diantaranya merosot dan jatuh ke jalan, tepat di depan kuda yang ditunggangi seorang jenderal.
Kuda terkejut, melompat dan terjatuhlah penunggangnya yang tidak menduga. Segera beberapa tentara menyerbu ke dalam rumah keluarga Ben-Hur untuk mencari pelaku. Judah keluar dari kamar; ia yang baru mengetahui prihal kejadian, seketika mengakui sebagai yang menjatuhkan genting. Diringkuslah ia dan digiring tentara Roma.
Messala memanfaatkan kejadian tersebut untuk menghukum Judah. Menyadari ia di vonis tanpa pengadilan, Judah mengamuk, dan terlepas dari pengawalan, menerobos dan mempertanyakan kebijakan. Messala tak menanggapi bahkan dikatakan bahwa ia akan menghukum juga ibu dan adiknya.
Messala bersikap demikian agar ditakuti mereka yang mencoba membangkang, demi membangun kredibilitas dihadapan kaisar.
Segera diperintahnya mengirim Judah ke kapal perang sebagai ‘pekerja paksa sampai mati’ dan menahan ibu dan adik Judah sebagai terhukum seumur hidup.
Judah dirantai, disatukan dalam kelompok para penjahat. Pengawal bengis menggiring mereka, jatuh bangun sepanjang perjalanan menempuh gurun pasir. Melewati sebuah permukiman di Nazaret, rombongan terhenti karena robohnya mereka. Judah tergolek rebah, serasa akan mati bahna hausnya.
Disaat kritis, Seseorang dengan wadah air di tangan mendekati, merunduk kepadanya. Judah minum air pemberian dengan bathin bertanya-tanya atas pandangan welas asih Orang itu. Pengawal yang melihat kejadian itu datang dan menghardik dengan geram.
Orang itu bangkit berdiri, menatapnya, pengawal itu melangkah surut karenanya, dan membiarkan Judah melepas dahaga. Kembali melanjutkan perjalanan, Judah berulang kali menoleh kepada Orang itu, hingga lenyap dari penglihatan.
Judah ditempatkan pada kapal bendera (kapal komando admiral), bertahun ia sebagai pendayung, sampai ketika armada Roma memenangi sebuah pertempuran laut, tetapi kapal dimana ia berada hancur berkeping. Judah yang terantai selamat, terapung pada bilah pecahan kapal, di atas bilah itu pula kemudian ia menaikkan admiral yang nyaris tenggelam di laut.
Admiral kembali ke Roma, membawakan kemenangan, berjalan menghadap kaisar dengan Judah berjalan di sisinya, sebagai anak angkat admiral; status Judah telah di rehabilitasi, kembali sebagai semula.
Tetapi semua itu tidak menghentikan niat menyelesaikan sumpah dendam kesumat terhadap Messala, setelah mencari ibu dan adiknya terlebih dulu.
Dalam perjalanan menuju Judea bertemu dengan Sheik Arab yang bernama Balthasar, orang tua bijaksana. Ia adalah satu diantara yang mengikuti petunjuk bintang menuju Betlehem di saat kelahiran Kristus. Balthasar melihat bahwa Judah adalah orang baik, namun merasakan adanya kebencian mendalam di hatinya.
Dari berbincang, mengetahui bahwa Judah berpengalaman ber kereta perang (chariot), Balthasar memintanya melatih kuda-kuda putih miliknya dan ikut serta dalam balapan yang akan diadakan dalam waktu dekat, diantara kontestan lain terdapat Messala yang terkenal dengan kuda hitam nya. Bagai gayung bersambut Judah menyanggupi. Dilatih nya dengan baik kuda-kuda orang tua itu setiap hari.
Pada hari balap, penonton memenuhi stadion, di arena peserta berjajar megah dalam kereta perang, menunggu waktu start, yang ditandai lemparan secarik kain putih oleh Pontius Pilatus dari tribun. Diantara mereka terdapat Judah dan Messala.
Kabar kebebasan Judah saja telah mengejutkan Messala, bertambah lagi akan menjadi lawan di arena. Lagi-lagi ambisi besar mendorong Messala mempersiapkan muslihat.
Balap berjalan seru, putaran putaran berlalu, dengan satu persatu peserta berjatuhan setelah berbenturan atau bertabrakan. Banyak pula yang mengalami hancurnya roda kereta hancur oleh pisau bergerigi berputar, yang terpasang pada sumbu roda kereta Messala. Hingga kemudian yang tertinggal dalam arena, adalah Judah dan Messala.
Menyadari siasat lawan, Judah berusaha menghindari persentuhan kereta. Lalu, pada sebuah tikungan, dengan nekad Messala melintaskan keretanya, memotong tajam ke muka kereta Judah, sambil mencambuki tubuh Judah. Upaya mana gagal karena Judah dengan tangkas memperlambat laju keretanya.
Malanglah Messala, roda keretanya berbenturan keras dengan sisi trotoir, terguncang, ia terpental keluar dari keretanya dan terseret tali kendali yang melilit tubuhnya untuk kemudian terinjak-injak kaki kuda Judah yang berlari dibelakangnya.
Setelah ber victory-lap merayakan kemenangan, Judah mendekati Messala. Tubuh luka parah mengenaskan sedang diusung keluar arena. Messala sempat memberitahunya mengenai ibu dan adiknya, bahwa mereka masih hidup dan menderita penyakit lepra, di gua pengasingan dekat Golgota.
Messala mengakui kemenangan Judah, dan Pontius Pilatus sendiri yang menyematkan penghargaan sebagai juara kepadanya. Tetapi apa arti kemenangan itu? Semua hanya hampa belaka.
Judah kembali kepada Balthasar, si orang tua yang pernah mendengar ajaran kasih, berniat mengajaknya menjumpai Kristus, untuk mengobati kebencian dalam hati.
Judah menampik, pikirannya sudah penuh hasrat untuk mencari ibu dan adiknya.
Gua pengasingan penderita lepra berdekatan dengan bukit Golgota. Dalam perjalanan kesana, ia terhenti melihat kerumunan mengeliling seorang berjalan memanggul salib. Setelah mendekat, Judah mengenali bahwa pemanggul salib itulah, yang memberinya minum ketika di Nazaret. Bergegas ia mencari air, membawakannya untuk pemanggul salib bermahkota duri.
Sempat bertatapan sejenak lalu kerumunan mendesak bersenggolan, air dalam wadah tertumpah seluruhnya dan pemanggul salib berlalu. Niat manusia membalas kebaikan-Nya tiadalah akan tersampaikan.
Alinea menyatakan bahwa manusia tiada akan pernah dapat membalas kebaikan-Nya.
Judah meneruskan perjalanan ke gua, agak lama mencari ibu dan adik, karena semula mereka menghindar, agar Judah tidak dipermalukan. Ketika mereka keluar dari mulut gua, langit gelap, petir menggelegar riuh, diikuti hujan lebat.
Warga disana satu sama lain sedang membicarakan Orang yang disalib bersama dua penjahat. Judah bersama ibu dan adiknya tiada mengerti apa yang sedang terjadi.
Judah pun tiada mengerti mengapa kebencian yang ada dalam hatinya seketika sirna. Yang lebih tiada dimengertinya, mengapa Orang welas asih itu harus bermahkota duri, memanggul kayu salib untuk mati disalib.
Mengapa Judah, ibu dan adiknya, serta banyak orang yang hidup pada masa itu tiada mengerti? Mengapa kita yang hidup setelah masa itu, lebih mudah mengerti mengenai semua itu? Dapatkah pembaca budiman membantu memberi jawabnya?