Yang Tidak Terbeli.

Adakah kita merasa telah memiliki, atau dapat memiliki segala kebutuhan dengan kekayaan yang ada pada kita? Ternyata ada yang tidak dapat dimiliki justru oleh karena kekayaan. Seperti yang dialami saudagar kaya raya dalam kisah ini, setiap malam keluar rumah, duduk di bawah pohon menikmati kebahagiaan orang yang berkekurangan.

Pada suatu waktu adalah seorang saudagar kaya raya bersama keluarganya mendiami rumah besar indah, lengkap dengan perabot mewah, dilayani belasan pembantu yang bekerja. Kehidupannya serba berkelebihan dari hasil usaha beberapa toko kainnya di kota itu.

Meski hidup bergelimang kemewahan hampir tidak pernah ia merasakan kebahagiaan, terkadang ia merasa resah mengkuatirkan keamanan akan hartanya, atau memikirkan piutangnya, membuatnya susah beristirahat beristirahat dengan tenang. Suatu malam ia keluar rumah, berjalan di perbukitan di sekitar lingkungan rumahnya.

Sikaya menikmati keceriaan simiskin.Di bawah pohon ia duduk sendiri, sesekali menarik napas dalam -dalam, melegakan dada. Terdengar sayup-sayup di kejauhan, nyanyian ceria diiringi bunyian musik dan diselingi tawa riang.

“Mengapa mereka berbahagia dan begitu gembira, tak adakah urusan menyusahkan hati?” Demikian bathin saudagar dan mulai tertarik mendengarkannya.

Semenjak malam itu, hampir setiap malam ia ke luar rumah untuk duduk di bawah pohon menikmati nyanyian dan gelak gembira menghibur keresahannya. Hingga suatu, malam tidak dapat lagi ia menahan keinginan untuk mengetahui siapa mereka yang bernyanyi itu, diikutinyalah arah menuju sumber suara dan ditemui sebuah gubuk kecil di kaki bukit, dari mana suara nyanyian berasal.

Dari celah jendela, terlihat dua orang laki-laki setengah baya dengan alat musik sangat sederhana ditangan masing-masing, satu memetik yang lainnya menggesek, bernyanyi dan tertawa mereka tiada terlihat tanda kesulitan hidup yang menghimpit.  “Andai aku bisa seperti mereka”, gumam saudagar dalam hati.

Diketuknya pintu dan dibukakan penghuninya. Saudagar memperkenalkan diri kepada dua laki-laki yang ternyata pembuat tahu dan penanam tauge, setiap hari menjual hasil kerja ke pasar dekat lokasi mereka tinggal.

Mengetahui ihwal kehidupan mereka, terpikir oleh saudagar untuk mengajak mereka pindah ke rumahnya, tinggal bersamanya. Tidakkah dengan demikian setiap malam ia akan menikmati nyanyian ceria penghibur hati tanpa harus keluar rumah?

“Anda tidak usah bersusah payah lagi membuat tahu dan menanam tauge dan segala kebutuhan akan tersedia dirumah saya, pembantu saya siap melayani anda.”
Kedua penghuni gubuk saling pandang, lalu berjanji akan memberi tanggapan di esok hari..

Hari berikutnya kedua orang itu mulai tinggal di rumah saudagar. Suasana malam hari di rumah saudagar yang  semula biasa sepi, berubah bergairah dengan nyanyian yang dinikmati seisi rumah, yang merasa senang dan terhibur, berkumpul mengitari kedua penyanyi alam bersahaja itu hingga jauh malam.

Beberapa bulan tinggal di rumah saudagar, nyanyian mereka bagaikan kehilangan roh keceriaan, tawa mereka pun mulai terdengar hambar. Pada suatu kesempatan mereka berbicara kepada saudagar, mengemukakan niat untuk kembali ke gubuk mereka.
“Mengapa? Adakah kekurangan dengan kebutuhan anda? Atau hal lain? Katakan saja, saya akan memenuhinya segera.” Saudagar menanggapi dengan heran.

Saudagar tidak berhasil menahan mereka untuk tetap tinggal di rumahnya, dua orang itu kembali ke gubuk di kaki bukit untuk kembali membuat tahu dan menanam tauge. Beberapa hari kemudian mulai terdengar lagi nyanyian pantun ceria dan tawa riang di gubuk itu, dengan saudagar duduk di bukit, dibawah pohon, mendengarkan nyanyian penghibur hati.

“Selama ini saya berpikir telah memiliki semua, saya berpikir dapat memiliki semuanya dengan kekayaan yang ada pada saya. Ternyata ada yang tak dapat saya miliki, dan itu justru disebabkan kekayaan saya.” Demikian saudagar, ia menengadah, menarik napas panjang.

Menurut pembaca budiman, apakah yang ada dimiliki tukang tahu dan tukang tauge, yang justru tidak dimiliki dan tidak dapat dibeli saudagar kaya itu?