Merenggut Peluang.

“Telah hampir dua puluh tahun saya mengabdi, belum pernah mendapat kesempatan berprestasi. Maka dari itu, berilah saya kesempatan. Masukkanlah kapak ini ke dalam kantong, biarlah kapak tertonjol dari dalamnya, sebagai membuktikan potensi. Dan oleh-oleh apakah yang paduka ingin saya bawakan nanti?”

Dahulu kala, adalah seorang pejabat kepala daerah, di daratan Tiongkok, ia ber-ambisi besar untuk menjadi raja muda. Tanpa segan menetapkan pungutan pajak tinggi, agar dapat ia memberi upeti sebesar-besarnya kepada kaisar.

Suatu ketika, terjadi kegagalan panen karena serangan hama, menyebabkan paceklik. Kepala daerah tidak mengetahui keadaan, ia tidak mengambil kebijakan atas keadaan; para staf yang korup selalu memberi laporan yang baik-baik, sambil terus memungut pajak tinggi dari penduduk yang sedang dilanda kesulitan hidup.

Bagai kapak
Ditemani seorang pengawal, ia berangkat.

Bangkitlah kemarahan penduduk, mereka menghimpun kekuatan untuk menentang kepemimpinannya. Sebagian pengawal si pejabat juga melepas seragam untuk turut bergabung mengadakan perlawanan.
Pejabat, para staf dan pengawal yang setia terpaksa mengungsi ke pegunungan untuk menghindari amukan penduduk.

Di tempat yang terasing dan tersembunyi, mereka berdiam untuk sementara, sambil merembukkan jalan memperbaiki keadaan selekasnya, agar tidak terdengar kalangan istana. Mereka takut akan hukuman berat dari kaisar atas penderitaan dan perlawanan penduduk.

Beberapa hari mereka berpikir tiada juga menemukan solusinya. Hingga tanpa diduga, seorang staf yang tidak diikutkan dalam rapat, mendadak tampil kemuka, mengajukan diri untuk menenangkan dan meredakan anti-pati penduduk.

Spontan pejabat dan staf-staf senior mentertawakannya, mencemooh pengajuan jasa nya. Mereka meremehkan kemampuan staf yang hanya eselon menengah.
Setelah riuh mereda, pejabat berkata kepadanya: “Selama ini adakah prestasi mu yang menonjol? Sekarang, mengapa dan apa yang membuat engkau berpikir bahwa engkau mampu menyelesaikan urusan ini?

“Paduka”, jawab staf dengan hormat: “Telah hampir dua puluh tahun saya mengabdi, dan selama tahun-tahun itu saya belum pernah mendapat kesempatan menunjukkan prestasi. Ibarat kapak yang belum pernah terikut dibawa di dalam kantong. Maka dari itu, berilah saya kesempatan sekali. Masukkanlah kapak ini ke dalam kantong, biarlah kapak tertonjol dari dalamnya.”

Kepercayaan diri staf itu mendatangkan keyakinan pejabat, tanpa meng-konsultasi-kan dengan staf-staf senior, ia berkata: “Baik, saya memberi kesempatan, buatlah kapak ini menonjol dari dalam kantong seperti katamu, bawalah serta stempel kekuasaan saya, semoga engkau kembali dengan membawa kabar baik!”

Setelah bersiap, bertanya lagi staf itu kepadanya: “Sekembali nanti, apakah yang dapat saya bawakan bagi paduka sebagai oleh-oleh?” Berpikir sebentar lalu pejabat berkata: “Apapun telah saya miliki, jadi terserah sajalah apa yang akan engkau bawakan.”
Lalu, dengan ditemani seorang pengawal, ia berangkat.

Tiga minggu kemudian, staf itu kembali ke tempat pengungsian, di wajahnya yang letih tertampak kepuasan. Setelah memberi hormat, lalu berkata: “Sekarang, paduka dapat kembali memegang tampuk pimpinan, penduduk siap menerima paduka.”

Diliputi penasaran si pejabat bertanya: “Apakah gerangan yang telah engkau perbuat, sehingga demikian yakinnya engkau, bahwa keadaan telah pulih, hai kapak yang telah dimasukkan ke dalam kantong?”

Jawab staf:  “Dengan kewenangan yang paduka percayakan, saya meringankan hutang penduduk. Hutang besar mendapat potongan setengah, hutang yang kecil dihapuskan. Dan perlu paduka maklumi, sebenarnya mereka tidak berniat memberontak kalau saja tidak terjadi gagal panen.”

Bertambah penasaran, si pejabat bertanya lagi: “Dari mana engkau dapat mengatakan hal itu? Dan siapa yang memperkenankan engkau untuk mengampuni hutang mereka, tidakkah engkau telah berlaku lancang?”

Jawab staf itu: “Bukankah kita mengingini akan perbaikan keadaan? Dan paduka telah berserah mengenai oleh-oleh yang akan saya bawakan? Sekarang saya telah berhasil memperbaiki keadaan, dan menurut saya apa yang paduka belum miliki adalah nama baik di daerah. Karena itu, saya membawakan nama baik untuk paduka sebagai oleh-oleh.”

Mendengar itu mengertilah pejabat akan kecerdikan stafnya. Benarlah, ketika mereka tiba kembali ke daerahnya, penduduk di jalan menyambut dengan gembira, mengelu- elukan kepala daerah mereka, bertepuk tangan, diikuti kata-kata sambutan dan tarian sebagai penghormatan.

Cerita ini dikisahkan turun temurun, kiranya membawa pesan bahwa untuk mendapat kemajuan karir, kita perlu tampil kemuka, untuk merenggut peluang seperti diperbuat staf yang berani itu. Karena, siapakah yang akan memberi peluang kepada orang yang berdiam di balik dinding? Siapakah akan mengetahui potensi yang ada pada kita, bila tiada peluang untuk membuktikannya.

Pesan lain dari kisah ini, biarkan komentar orang yang meremehkan potensi kita, dan jangan pernah membiarkan pandang merendahkan menghalangi langkah untuk maju.

Adakah pembaca budiman pernah merenggut peluang pada kemunculannya pertama kali? Apabila belum, beranikanlah diri dan intailah peluang yang mungkin tersembunyi datangnya, dan renggutlah sekiranya peluang itu sesuai dengan potensi diri.