Manusia adalah hewan yang berperasaan, begitu kata pepatah Tiongkok kuno. Maksud pepatah menyatakan bahwa yang membedakan manusia dari hewan dikarenakan oleh adanya perasaan pada manusia.
Tanpa perasaan, tiada memiliki hati, sesosok mahluk tidak dapat disebut manusia.
Mahluk berperasaan adalah mahluk yang memiliki ‘hati’. Sebuah hati tidak dapat hidup tanpa kasih. Manusia yang diciptakan menurut citra-Nya mempunyai kebutuhan besar akan kasih, lebih besar dari pada yang dapat kita sadari.
Hanya saja kebutuhan akan kasih biasanya disadari setelah seorang kehilangan kasih. Namun tidak dapat disangkal, bahwa manusia berani berkorban demi kasih.
Memenuhi kebutuhan akan kasih.
Mengapa orang memelihara ayam? Jawab nya adalah untuk mengharapkan telurnya, dagingnya, atau untuk disabung. Tidak ada kenyamanan bagi ayam yang ditempatkan pada kandang kotor ber aroma tak sedap. Giliran diambil dagingnya, ia disembelih.
Demikian pula sapi; hewan yang dipelihara pada kandang yang tak kalah kotor, harus bekerja keras membajak sawah, menarik pedati atau berpacu dalam karapan.
Hewan besar itu harus kehilangan nyawa, disembelih bilamana manusia membutuhkan dagingnya. Sedangkan pakan yang diberi manusia kepada sapi berserabut.
Bagaimana dengan pet, hewan rumah seperti anjing kecil mungil atau kucing lucu?
Mengapa orang memelihara hewan yang tidak bekerja, tidak disembelih untuk diambil dagingnya? Untuk menjaga rumahpun, anjing kecil dan kucing tidak efektif. Orang yang memeliharanya, membiarkan hewan ini bebas berkeliaran di dalam rumah bahkan ada yang ikut tidur dalam kamar bersama majikan.
Anjing atau kucing, terawat kesehatan dan kebersihannya, biaya pemeliharaan mereka tak kalah besar dari pada biaya memelihara sapi, jauh lebih besar lagi dari pada biaya memelihara ayam. Tetapi banyak orang bersedia mendanai pemeliharaan pet rumah.
Pemelihara pet tentu memahami dengan baik atau pernah mengalami risau dan sibuk seisi rumah mendapati anjing kecil mungil tiba-tiba sakit, tidak berselera makan.
Kematian hewan rumah sering diiringi tangis sekeluarga. Untuk apa memelihara anjing sekecil itu, dengan biaya yang tidak kecil, dan air mata pula?
Setiap orang yang pernah memelihara dan menerima kehangatan anjing kecil mungil peliharaannya tentu dapat menjawabnya.
Melihat, bagaimana anjing kecil mungil itu yang riang menyambut majikannya pulang dengan ekor berkibas tiada henti, sesekali berdiri dengan kaki belakangnya atau juga melompat ke pangkuan, dengan caranya ia menyapa dan menyalam tetapi dimengerti majikannya. Rasa badan yang penat serasa pulih seketika.
Hewan yang tiada mengerti kala kesusahan mungkin sedang dialami majikannya, tiada pernah dapat diajak berkonsultasi untuk membantu mengatasi permasalahan majikan. Tetapi dengan kehangatan sikapnya mampu melipur lara, membuat majikannya jatuh hati, memeliharanya dengan sangat baik.
Kalau demi kehangatan dari anjing kecil yang mungil saja. orang tiada segan berkorban akan waktu, perhatian, pengertian, biaya bahkan air mata, tentu terlebih lagi bersedia berkorban untuk mendapatkan kehangatan dari sesama, sahabat, pasangan hidup.
Banyak kisah pangeran yang rela melepaskan hak sebagai putera mahkota agar dapat bersanding dengan perempuan bukan dari keluarga ningrat, demi kehangatan kasih, di antaranya adalah raja Edward VIII yang melepas tahta, demi menikahi Wallis Simpson, seorang yang telah dua kali menjanda dari US.
Paras cantik dan ganteng bukan jaminan akan kepedulian dan kehangatan.
Gadis yang tetap single, pemuda yang membujang, terlihat mereka cantik dan ganteng, tetapi tiada kunjung mendapatkan pasangan, sahabat pun tidak. Ada sebagian mereka yang mendapat kesulitan untuk merubah sikap yang cenderung ketus, judes.
Tentu kita semua mengerti, betapa hati sangat membutuhkan akan pasokan kasih agar hati tetap hidup. Dunia merupakan tempat yang luas bagi orang yang hangat hati, slalu tersedia kesempatan berkarir, terbuka baginya, karena kebutuhan manusia akan kasih sangatlah besar; di sisi lain kita mengetahui diantara hewan saja banyak species yang mempunyai perasaan halus.
Tidakkah manusia seyogyanya lebih lagi berperasaan dari pada hewan?