Seorang ber-agama dan meng-iman-i kasih, akan dengan mudah mengenali perbuatan kasih yang dilakukan seseorang atau golongan sekalipun orang atau golongan tersebut tidak se-agama dengannya.
Ada kecenderungan umat agama tertentu, memilih untuk menolong atau mendoakan hanya umat sesama agama.
Sementara agama lain mengajarkan untuk menolong serta mendoakan bagi seluruh umat manusia.
Setiap orang yang memahami akan makna kasih, tentu dapat mengatakan yang mana dari antara kedua diatas dengan nilai kasih yang besar.
Satu dari kegiatan bakti agama yang tidak memilih, siapa atau apa agama orang yang akan ditolong, dan setelah menolong tidak menarik-narik ataupun mengarahkan, untuk menjadi pemeluk agama tertentu, adalah kegiatan amal-kasih yayasan Tzu Chi.
Mulainya organisasi amal Tzu Chi.
Suatu hari, tahun 1966, seorang biarawati Buddhist menjenguk seorang pengikut yang dirawat di rumah sakit di HuaLien, timur Taiwan. Di lorong rumah sakit didapati darah tergenang di lantai; seorang penduduk setempat mengalami pendarahan keguguran kandungan, ditolak untuk dirawat, karena tiada kemampuan menyerahkan uang muka perawatan.
Phenomena di rumah sakit itu merupakan suatu hal yang sulit diterima hati welas asih; rasa prihatin mendalam disertai kesedihan, mendorong biarawati berusia 30 tahun itu, yang adalah guru Dharma Cheng Yen, untuk memulai kegiatan menolong orang-orang berkekurangan yang butuh bantuan.
Guru bersama 5 orang murid, menjahit sepatu bayi berbahan kain bekas karung terigu untuk dijual, hasilnya ditabung untuk digunakan membantu orang yang berkebutuhan. Guru mendapat dukungan para pengikut yang terdiri atas 30 orang ibu rumah tangga, mereka menabungkan 50 cents NT (mata uang Taiwan), atau senilai 2 cents USDollar, yang disisihkan dari uang pasar, setiap orang setiap harinya.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya 14 Mei 1966, guru Cheng Yen bersama murid dan pengikutnya mendirikan yayasan Tzu Chi, di HuaLien, Taiwan. Terjemahan bebas kata Tzu Chi, 慈濟, adalah amal kasih; sebuah organisasi sosial agama Buddha.
Organisasi memulai kegiatan dengan motto ‘educate the rich and help the poor’, meng arahkan si kaya dan membantu si miskin; kegiatan menggalang, mengumpulkan dana dari sesama yang mampu untuk membantu yang berkekurangan, mulai dilakukan dan menyebar antar tetangga, relasi dan kenalan.
Pendirian yayasan serta motto organisasi, diakui guru Cheng Yen sebagai ter-inspirasi, oleh mendiang guru yang dihormati, yang juga mantan mentor, guru Yin Shun, siapa semasa hidup memotivasi semangat bekerja bagi kemanusiaan, sebagaimana ajaran agama.
Perkembangan kegiatan Tzu Chi.
Penerapan ajaran agama oleh guru Cheng Yen atas kegiatan organisasi tidak saja pada acara keagamaan tertentu, sebagaimana kegiatan umumnya organisasi sosial agama. Yang menonjol justru kegiatan organisasi bersemangatkan menjadikan dunia tempat yang lebih baik dengan menanami karma (perbuatan) baik.
Semangat kerja Tzu Chi ternyata menjadi daya pikat kuat bagi orang yang peduli akan kehidupan sesama. Berbagai unsur masyarakat mendukung, keanggotaan organisasi berkembang pesat menjadi bagai perhimpunan para pelaku sosial, terdiri dari hanya beberapa orang saja karyawan, selebihnya adalah jutaan tenaga sukarela, penduduk lebih dari 47 negara, termasuk di Indonesia. Kebanyakan mereka menanggung sendiri biaya operasional.
Kemampuan ber donasi, yang mulanya dari pengumpulan cent demi cent uang pasar ibu-ibu, mengalami peningkatan yang tajam, menjadi donatur jutaan USDollar, berkat dukungan dana dari pebisnis Taiwan dan banyak negara lain.
Yayasan Tzu Chi telah mempunyai rumah sakit di beberapa negara, yang menyediakan pelayanan perawatan bagi yang tak mampu atau korban bencana alam, ditangani oleh tenaga medis profesional, sukarelawan yang berdatangan dari berbagai negara.
Untuk bidang pendidikan, sekolah yayasan Tzu Chi mulai play group sampai perguruan tinggi, telah dibangun di negara, antara lain Taiwan, Tiongkok, Haiti, Iran, dan lain-lain. Untuk pembinaan kasih dan kemanusiaan yang meluas kepada masyarakat, diadakan melalui siaran televisi yang dikenal sebagai channel DAAI.
Dengan kegiatan sedemikian organisasi Tzu Chi kemudian dikenal dengan concept nya “empat upaya dan delapan jejak”. Empat upaya adalah empat bidang kegiatan Tzu Chi, meliputi amal, obat, pendidikan serta kemanusiaan.
Delapan jejak tiada lain adalah prestasi kerja organisasi, yang dapat disaksikan sebagai derma, pelayanan pengobatan, pengembangan pendidikan, pertolongan kemanusiaan, bantuan untuk korban bencana internasional, donasi sumsum tulang, komunitas para relawan serta pelestarian lingkungan.
Kegiatan komunitas relawan Tzu Chi.
Kegiatan yayasan Tzu Chi tidak hanya terpusat di negara dimana terdapat rumah sakit dan sekolah Tzu Chi saja. Di luar negara-negara itu, banyak ditemui himpunan relawan Tzu Chi, yang aktif menjalankan fungsi kemanusiaan dan kebijakan ramah lingkungan.
Relawan Tzu Chi aktif berpartisipasi dalam meringankan derita korban bencana alam, seperti Tzunami, gempa bumi dan sebagai nya, membagikan obat-obatan, makanan, minuman dan lain-lain kebutuhan.
Merekapun mendampingi keluarga korban musibah, seperti kecelakaan penerbangan Airasia yang baru lalu, untuk penghiburan, bantuan tenaga psychologist dan lain-lain.
Di beberapa negara ditemui relawan Tzu Chi secara teratur membagikan obat-obatan, bahan makanan, juga makanan hangat kepada para tuna wisma dan immigrant yang terlunta. Ada pula keseharian menjenguk yang sakit, atau mencarikan rumah sakit dan memberi bantuan pendanaan atas biaya perawatan.
Pendauran ulang sampah bermacam bentuk, dari kertas, botol plastik, barang elektrik-elektronik, termasuk juga berbagai jenis sampah logam, adalah bagian lain pekerjaan relawan sebagai penerapan perlakuan ramah terhadap lingkungan, yang sangat patut diteladani.
Di Taiwan saja terdapat lebih dari 4.500 tempat pendaur ulang, dimana sejauh ini telah belasan juta buah botol plastik didaur menjadi ratusan ribu helai selimut, T-shirt, sprei untuk rumah sakit dan seragam para relawan sendiri.
Kehadiran para relawan Tzu Chi biasa ditandai dengan seragam biru putih dengan topi berlambang yayasan Tzu Chi. Namun demikian, tiadalah menjadikan mereka eksklusif, karena selalu bekerja sama dengan baik, bersama organisasi sosial instansi setempat dan berbagai kegiatan sosial agama lainnya. Seragam itulah membuat relawan Tzu Chi dikenal dengan sebutan malaikat biru.