Ketika pasangan keluarga bertengkar, antara sahabat atau kolega, sedang bertikai, tak jarang masing masing menuding yang lain sebagai pihak tidak berkomitmen walaupun kata komitmen sendiri tidak terdengar disebut, tidak muncul kepermukaan.
Komitmen dan janji adalah dua hal yang berbeda; komitmen tidak selalu diungkapkan dengan kata-kata seperti halnya janji. Pasangan ber-rumah tangga, normalnya diharap kan kesiapan dan kesediaan mengurus keluarga, membesarkan anak bersama, meski pasangan itu hidup dalam hutan belantara tiada sempat berikrar dalam upacara nikah.
Apakah komitmen itu sebenarnya?
Istilah komitmen, bukan terjemahan bebas dari janji atau ikrar. Kekasih boleh saja ber ucap seribu satu janji bersetia tetapi untuk memastikan, bahwa ia adalah calon suami, atau isteri berkomitmen adalah soal lain.
Sebuah janji hanya merupakan pernyataan untuk melakukan suatu hal dimasa depan. Dengan ber-ikrar tidak sama sekali berarti seseorang telah ber-komitmen.
Komitmen juga tak dapat diartikan secara sederhana sebagai menepati janji; apabila komitmen dirumuskan ke dalam janji, akan didapat daftar jumlah janji tiada terhingga banyaknya. Nyatanya, pada bagian besarnya, komitmen tidak harus dinyatakan dalam janji.
Adakah suami perlu berjanji akan menjenguk isteri yang melahirkan di rumah bersalin? Atau orang tua manakah berjanji kepada anak akan menggantikan popok yang basah?
Komitmen dalam pengertian sangat terbatas dapat dilihat seperti komitmen karyawan terhadap perusahaan; pengukurannya diupayakan dengan penilaian atas dedikasi dan prestasi berdasar job description, se objektif mungkin. Di dalam hubungan sosial, yang ber-aspek sangat luas, bagaimanakah mengukur komitmen sahabat, pacar, isteri, suami atau anak-anak?
Didalam masyarakat majemuk bermacam ragam pencitraan atas orang ber-komitmen. Suami atau isteri, yang baik menurut etnis satu, belum tentu cukup baik menurut etnis lain. Keberbedaan mana biasanya menjadi alasan kuat akan keberatan keluarga untuk membiarkan anak menikah dengan pasangan berbeda etnis atau agama. Kendatipun, banyak kasus menunjukkan pasangan se-agama, se-etnis, tidak terjamin kelanggengan ber-rumah tangga nya.
Komitmen terkait erat dengan sikap mental. Seorang ber-komitmen bukan orang yang kepadanya perlu dikenakan pengawasan atas gerak-gerik dimana berada atau batasan kemana ia diperkenankan pergi. Justru secara emosional, seyogyanya ia seorang yang diandalkan sebagai tempat bersandar.
Masa pacaran adalah masa dua insan memadu kasih dan saling melakukan penjajagan kepribadian; mungkin tak disadari, merupakan masa pendekatan, penyamaan bahasa akan citra ber-komitmen dalam hidup ber-rumah tangga.
Mengenai berapa lama waktu pacaran yang ideal, siapakah dapat menentukan?
Adalah suatu keberuntungan, jikalau menemui ketiadaan komitmen selagi masih masa ber-pacaran, agar menjadikan bahan pertimbangan serious atas kelanjutan hubungan. Pada kebanyakannya, keaslian pribadi pasangan terlihat lebih jelas, setelah pernikahan memasuki usia tertentu, saat itulah masing-masing saling mempertanyakan komitmen.
Winner commits, loser promises.
Manusia terlahir dengan kecenderungan bawaan alami untuk terbebas dari kewajiban. Adalah manusiawi bahwa orang yang belum melihat perlunya memaknai hidup sendiri, memandang komitmen sebagai beban orang bodoh dan keterikatan adalah belenggu.
Komitmen dipahami sesudah seorang menemui dirinya sendiri dalam peradaban yang mengenal akan nilai moral dan kehormatan.
Komitmen lebih merupakan semangat menghormati status diri sendiri, yang berwujud sikap dan perbuatan atas sesuatu hal, kendatipun tidak pernah diucapkan sebagai janji terhadap komunitas dan kegiatan dimana ia berada, atau merasa terlibat di dalamnya.
Inilah orang terpandang sebagai pemenang. Winner tidak harus ditagih kewajibannya, sementara pecundang selalu mengumbar janji sebagai jawabannya.
Di dalam pergaulan luas sebagai anggota kehidupan di bumi, komitmen juga berwujud ketulusan menerima keunikan yang merupakan ciri setiap mahluk, dapat menghargai pandangan dan cara berpikir serta prioritas setiap orang dan sedapatnya menjauhi hal sensitive untuk disinggung atau memilih waktu dan cara yang baik untuk dibicarakan.
Adalah normal, komitmen mengalami pasang surut seiring perjalanan waktu. Suasana akrab mesra hubungan adalah pemicu peningkatan komitmen setiap pihak.
Pribadi yang arif mengedepankan komitmen sendiri, sebagai meneladani, sebelum ia mempertanyakan komitmen orang lain.
Pembahasan ini memang ber-fokus pada komitmen sebagai pasangan hidup, karena komitmen menjalani hidup berkeluarga teramat kompleks, dengan ber-ribu aspeknya. Disanalah pengujian sesungguhnya atas komitmen setiap orang, dan bukankah kesana pula kita pulang, tempat yang kita sebut home?