Presiden (me)Rakyat, Joko Widodo.

Berbesarlah harap, periode kepemimpinan presiden pekerja keras ini menjadi moment pembalikan kepada perbaikan dan kemajuan significant, sehingga tak lagi orang asing menyebut Indonesia tercinta sebagai negara korup atau sebutan lainnya yang mempermalu, dan kita dapat berjalan di manca negara dengan kepala tegak karena bangga sebagai orang Indonesia.

Apakah yang dapat dipelajari dari Joko Widodo?
Presiden ke tujuh Republik Indonesia terbang ke Singapura dengan Garuda Indonesia, untuk menghadiri wisuda putera bungsunya, pada 21 Nopember 2014. Dan kembali ke tanah air dengan penerbangan yang sama, sehari sesudahnya.

Joko WidodoPresiden yang baru saja menjabat 1 bulan sejak pelantikan 20 Oktober 2014, menjadi trendy topic dunia dikarenakan perjalanan nya diatas ditempuh dengan penerbangan komersial, duduk di kelas ekonomi.

Untuk kesekian kali Joko Widodo menjadi buah bibir yang meluas, nasional, regional, bahkan international, berturut-turut sejak terpilih sebagai walikota terbaik ke tiga di dunia pada tahun 2012, penghargaan atas prestasi mengembalikan Solo sebagai kota pusat seni budaya tradisional, objek wisata yang aman dan nyaman menarik perhatian turis domestik dan manca negara.

Bertemunya, kesiapan dan peluang.

Tidak banyak diketahui orang, pendekatan apa yang dilakukan ketika walikota Solo ini memindahkan pedagang kaki lima yang telah terlanjur mengerumun dan mengganggu keindahan daerah tengah kota dengan tugu nya sejak kerusuhan Mei 1998, yang tidak terbenahi walikota sebelumnya. Pun ketika mempertahankan profile kota budaya Solo terhadap rencana dan izin gubernur Jawa tengah untuk membangun mall di sana.

Akan tetapi, bagi warga Solo, termasuk juga pedagang kaki lima yang telah digusurnya, Joko Widodo adalah pemimpin yang disegani, karena kedekatannya dengan warga, ber sikap tanggap atas permasalahan warga dan kota, dan juga karena kesederhanaannya.

Dua hal karakter Joko Widodo, terlihat lebih jelas lagi secara nasional ketika kemudian menjabat gubernur ibukota Jakarta, setelah warga Solo dengan berat hati melepaskan walikota mereka pergi sebelum selesai masa tugas di sana. Kegiatan blusukannya yang menjadi ciri kebiasaannya ramai dibicarakan orang yang menyambutnya dengan baik.
Di ibukota, Joko Widodo makin digandrungi karena sikapnya yang memerangi korupsi.

Seketika menjabat gubernur, langsung memulai pembenahan masalah akut di Jakarta, antara lain menertibkan pedagang kaki lima yang menutup jalan, disamping menekuni dan merintis penuntasan banjir dan kemacetan lalu lintas.
Pelaksanaan semua tahapan pekerjaan itu tentu memerlukan waktu tidak sedikit.

Joko Widodo, yang akrab dengan panggilan Jokowi, belum lagi sempat menyelesaikan program dan rencana pembenahan ibukota, banyak orang keburu melihat nya sebagai orang yang tepat, datang pada waktu yang tepat, untuk kesempatan yang tepat. Yaitu, pada saat rakyat makin menyadari akan karakter tokoh untuk memimpin negara.

Kecerdasan sebagai kekuatan karakter.

Diusung untuk terjun ke dalam arena pemilihan sebagai kandidat presiden, lawan yang dihadapi tidak tanggung-tanggung yaitu tokoh yang lama dikenal masyarakat dan sejak jauh hari bersiap, dengan investasi jargon politik melalui banyak media. Lawan dengan kekuatan finansial dan organisasi kubu yang rapih, bukanlah sembarang lawan.

Boleh jadi, bagi seorang yang pada masa kecil hidup berkekurangan, persaingan untuk jabatan presiden adalah sekedar arena ‘nothing to lose’. Tetapi yang menarik dan tidak terbantahkan adalah bahwa laki-laki kelahiran Solo itu dapat tetap fokus atas apa yang diyakini dan diperbuat, tak tergoyah atau gentar, meski mengalami ‘tekanan’ keadaan.

Dari hari ke hari, bertambah kokoh kekompakan gabungan partai politik papan atas di kubu lawan. Ditambah lagi penyebaran fitnah yang menyerang, bahkan membunuh ter hadap karakter oleh pihak yang merasa terancam keberuntungannya bilamana Jokowi yang menjadi presiden. Dapatlah dibayangkan berat ‘tekanan’ yang membebani nya.

Kita belum mengetahui seberapa kecerdasan intelligence (IQ) nya pengusaha furniture kayu ini, tetapi kita telah melihat kecerdasan emotional (EQ) besar, yang ada pada nya. Mantan walikota Solo yang pernah dicela kecerdasannya karena menolak mengizinkan pembangunan mall di kota nya, ekspresinya sejuk-sejuk saja dengan segala fitnah yang menerpa nya, karena kemampuan nya yang besar memelihara suasana hati.

Tidak harus seorang akademisi untuk dapat melihat kemampuan itu, orang sederhana sekalipun mengenali dan menyukai pemimpin yang tabah, penyabar, rendah hati serta arif namun berkemauan kerja keras, kepada siapa pengharapan boleh disandarkan.

Itulah kiranya mengapa pendukung berhimpun dalam barisan relawan, menggemakan visi dan misi dengan sangat enthusiast. Gegap gempitanya sangat membantu kandidat yang tidak cukup berkemampuan men danai kebutuhan kegiatan kampanye.

Gemuruhnya gema  oleh pendukung jauh melebihi suara yang empunya visi dan misi sendiri, yang memang tidak lantang berbicara; para pendukungnya sempat was-was, menunggu akan bagaimana Jokowi menjawab pertanyaan pada pegelaran acara debat kandidat.

Leadership dan kemampuan managerial.

Walhasil, pendatang baru dalam kancah politik memenangi pemilihan, terpilih menjadi presiden. Sungguh kejadian yang phenomenal dan bersamaan dengan itu menuai rasa penasaran khalayak yang semula meremehkan.

Keraguan atas kemampuan presiden menyampaikan buah pikiran secara konsep telah tertepis, ternyatalah bahwa perkataan yang terbata-bata dalam debat adalah sikap ber hati-hati seorang under-dog. Setelah menjabat, pengarahan (directing) kepada menteri dan pesan melalui media masa dilakukan presiden dengan baik.

Tidak ditemukan catatan, bahwa presiden ke tujuh ini pernah mengenyam pembinaan formal management. Tetapi sikap dan tindakannya tak pelak menunjukkan ada disiplin management yang sudah dipelajari dan diterapkan, antara lain terlihat sikap integrant dan loyal yang menonjol dari seorang manager terhadap team kerja yang dipimpinnya.

Sebagaimana kita ketahui sikap ber-integrasi (menyatu) dan bersetia pemimpin adalah barang langka pada masa sekarang ini. Apa yang di instruksi kan untuk dijalankan oleh aparat pemerintah dimulai oleh dan termasuk diri sendiri. Antara lain memulai dengan diri sendiri yang tidak menggunakan kendaraan dinas untuk keperluan pribadi.

Kegiatan blusukan nya, yang akrab dengan tempat banjir berbau anyir, atau menuruni lubang saluran pembuangan terlanjur menjadi spesialisasi nya, menyatakan akan sikap integrant dan loyal, disamping keteladanan kerja keras yang terpuji.
Pada sisi lain, kegiatan blusukan adalah element checking dan controlling management yang sangat penting apabila yang diharapkan adalah pencapaian target yang optimal.

Masih segar dalam ingatan atas kepemimpinan yang tampil kemuka ketika dibutuhkan untuk menghadapi tantangan adalah bahwa presiden sendiri mengumumkan kenaikan harga BBM, yang jelas-jelas memerosotkan popularitas, di waktu mana menteri bidang terkait dapat saja ditugaskan untuk hal dimaksud.

Kecepatan kerja penggemar musik keras metal ini sukar dicari tandingannya, mungkin karena itu postur tubuh bertahan langsing. Kebiasaan kerja marathon sampai lupa jam makan mengundang keluh orang yang terlibat bersama, yang tidak terbiasa menahan lapar.

Yang mengherankan adalah bagaimana presiden Joko Widodo cenderung to-the-point dalam berbicara mengingat asal keluarga dan tumbuh besar dalam lingkungan istiadat Jawa yang kental yang dikenal berpanjang lebar dengan prolog. Kemampuan diplomasi presiden rakyat ini kurang dapat dibanggakan.

Pengharapan atas kepemimpinan baru.

Demikianlah sekelumit mengenai sosok Joko Widodo, tanpa maksud meng-kultus-kan, melainkan menjadikan sebagai bahan pembelajaran atas suatu sosok karakter. Sudah barang tentu presiden baru kitapun mempunyai kelemahan sebagaimana setiap orang adanya.

Selanjutnya, menjadi bagian untuk kita jalani adalah mendukung program pemerintah, yang dipimpin presiden unik karakter, pembawa pembaharu bagi ethos kerja, selama semua itu bertujuan membangun kesejahteraan masyarakat dan kejayaan negara.

Berbesarlah harap periode kepemimpinan presiden pekerja keras ini menjadi moment pembalikan kepada perbaikan dan kemajuan yang significant sehingga tiada lagi orang asing mengenal negara kita sebagai negara korup atau sebutan lain yang mempermalu dan kita dapat berjalan di manca negara dengan kepala tegak sebagai orang Indonesia.