Mendengar rencana itu, Li Dian mengusulkan Cao Cao agar menunggu saja di luar kota dan membiarkan ia dengan perwira lain memimpin pasukan memasuki kota. Cao Cao menukas nya: “Kalau saya sendiri tidak masuk, siapa yang akan mendahului di muka?”
Terkepung dalam kota yang membakar.
Waktu mulai malam, bulan tiada menampakkan diri, mereka mendekati gerbang barat, lalu terdengar suara bergemuruh disertai nyala obor melambai, gerbang kota terbuka, jembatan gantung diturunkan. Melihat itu, dengan gembira Cao Cao melecut kudanya maju dan memerintahkan pasukan menyerbu. Mereka maju tanpa halangan.
Dalam seketika mereka tiba di depan balai kota; tetapi sedari melintas gerbang, tiada seorang terlihat disana. Sadarlah Cao Cao, bahwa mereka masuk perangkap. Lekas ia membalik arah kuda, sambil berteriak agar pasukan kembali mundur.
Detik berikutnya, terdengar dentum keras dari balik gedung balai, bergema memekak telinga. Asap mengepul di segala penjuru diikuti bunyi genderang ditabuh dan teriakan serbu, semua terjadi bagai gemuruh laut yang menggelora. Dari barat dan timur tampil pasukan dipimpin jenderal Zhang Liao dan Zang Ba melaju maju menyerang.
Cao Cao melarikan diri ke utara, di sana pasukan Hao Meng dan Cao Xing telah bersiap menghadang. Mencoba ke gerbang selatan, di sana pasukan Gao Shun dan Hou Cheng mencegatnya. Dian Wei yang mengawal Cao Cao, dengan menggertak gigi menerobos kepungan, tetapi Cao Cao yang mengikuti dibelakang, dihadang oleh Gao Shun.
Nama dengan latar biru adalah dari pihak Lu Bu.
Mencapai jembatan gantung Dian Wei menoleh dan tidak mendapati Cao Cao, kembali ia masuk dan berjumpa dengan Li Dian yang juga sedang mencari junjungan mereka. Disuruhnya Li Dian keluar kota untuk memanggil bantuan, ia sendiri menyerbu masuk, melintasi kobaran api yang membakar di segala penjuru.
Gagal dengan pencarian di dalam kota, disusurinya jalan menuju gerbang lain dimana ia berpapasan dengan Yue Jing yang sedang dalam pencarian yang sama. Oleh karena itu, Untuk kesekian kali Dian Wei bersendiri masuk ke dalam kota karena kuda Yue Jing menolak untuk diarahkan memasuki kota yang sedang riuh dengan bunyi ledakan.
Sementara itu, Cao Cao sendiri di tengah perjalanan menuju gerbang utara, dari antara nyala api terlihat bayang Lu Bu bertombak bulan sabit sedang memacu kearahnya.
Berpapasan sedemikian, dengan tangan menutupi wajah, Cao Cao memberanikan diri melajukan kuda untuk lewat disampingnya.
Betapa terkejutnya Cao Cao, karena Lu Bu mendekatinya, lalu mengetuk pelindung di kepalanya keras dengan ujung tombaknya dan bertanya: “Dimanakah Cao Cao?”
Dengan tangan menunjuk segera Cao Cao berkata sekenanya: “Itu di depan, berkuda warna coklat.”
Atas jawaban itu, Lu Bu memutar kudanya, melaju ke arah yang ditunjukkan tadi. Dan Cao Cao yang lepas dari bahaya kabur memacu kuda menuju gerbang timur. Di dekat gerbang berjumpa dengan Dian Wei, siapa segera memberi perlindungan, bertempur membukakan jalan, melalui gelimang tubuh tewas berserakan.
Menuju keluar gerbang dihalangi oleh api yang berkobar. Dari atas gerbang berjatuhan balok-balok dan ikatan jerami menyala; tanah tempat berpijak berubah menjadi lautan api. Dengan Cao Cao mengikuti dibelakang, Dian Wei menerobos, menangkis hujan api dan menyingkirkan halangan yang menyala-nyala.
Cao Cao melewati pintu gerbang bertepatan dengan sebuah balok menyala dijatuhkan dari atas tembok kota, berguling dan mengenai kaki belakang kudanya. Robohlah kuda itu bersama-sama penunggangnya.
Tangan Cao Cao mencoba menahan balok membara agar tidak menimpa tubuhnya; tangan dan lengan terluka bakar cukup parah, sebagian janggut dan rambut ikut terhangus.
Dian Wei melihatnya, berbalik untuk memberi pertolongan, di saat mana keluar XiaHou Yuan dari dalam kota; berdua mereka menangkat Cao Cao, membantu naik, menunggangi kuda XiaHou Yuan.
Dengan Dian Wei di muka membuka jalan dan XiaHou Yuan mengawal dari belakang, mereka mengatasi kepungan berhasil melewati jembatan gantung, terbebas dari kota yang membakar. Hari telah fajar dalam perjalanan mereka pulang ke perkemahan.
Para pejabat berkerumun di sekeliling kemah Cao Cao untuk mengetahui keadaannya. Dalam beberapa hari pulih kesehatannya, ia tertawa teringat bagaimana ia dapat lolos dari kepungan, sambil berkata: “Saya membuat kesalahan yang besar sehingga masuk dalam perangkap si bodoh itu, tetapi saya akan melakukan pembalasan.”
Guo Jia, si penasihat, menduga Cao Cao telah mempunyai rencana, ia berkata: “Jikalau demikian, baik tuan melaksanakan segera.” Cao Cao menjawab: “Saya akan membalas, memukulnya, dengan mengenakan muslihatnya sendiri kepadanya.”
Cao Cao membalas atas kekalahannya.
Untuk itu, suasana pasukan dibuat dalam keadaan berkabung, disebar luaskan berita bahwa Cao Cao tewas beberapa saat setiba ia di perkemahan, dikarenakan luka bakar yang diderita. Lu Bu mendengar berita itu, segera mempersiapkan serangan dadakan.
Benarlah seperti dugaan Cao Cao bahwa Lu Bu dan pasukan akan melewati perbukitan MaLing menuju perkemahan lawan. Ketika Lu Bu telah mendekat kepada perkemahan, ditabuhlah genderang, dan keluarlah pasukan Cao Cao dalam jumlah sangat besar dari persembunyian segala penjuru lembah perbukitan untuk mengepung pasukan Lu Bu.
Dengan sekuat tenaga Lu Bu menerobos kepungan pasukan besar itu. Ia berhasil lolos dan kembali ke PuYang diikuti oleh hanya sebagian kecil dari pasukannya. Dengan sisa pasukan itu Lu Bu bertahan dalam kota, tiada lagi kekuatannya untuk menyerang.
Pada waktu itu menjelang panen tahunan, namun datang hama belalang menyerang di berbagai tempat yang memakan habis semua yang hijau. Terjadi paceklik yang serious, bukan saja harga makanan membumbung, bahkan terjadi kanibal, manusia memakan sesamanya, demi bertahan hidup.
Kekurangan perbekalan, memaksa Cao Cao memindahkan pasukan ke JuanCheng, dan Lu Bu membawa pasukan ke ShanYang, Peperangan diantara kedua kubu pun terhenti dengan sendirinya.
Perkembangan di XuZhou.
Di XuZhou, penguasa Tao Qian mendadak jatuh sakit. Menyadari akan usia lanjutnya, 63 tahun, dan keadaan kesehatannya yang kritis, dipanggilnya Mi Zhu ke kamar untuk membicarakan mengenai sepeninggalnya.
Mi Zhu menyarankan penyerahan jabatan kepada Liu Bei; berharap ia akan berubah pendirian melihat keadaan Tao Qian serta kemungkinan akan berulangnya ancaman Cao Cao setelah lewat masa paceklik. Dikirimlah utusan untuk mengundang Liu Bei di XiaoPei.
Bersama Guan Yu dan Zhang Fei, Liu Bei memenuhi undangan. Dari atas pembaringan, Tao Qian perlahan mengutarakan maksudnya; meminta Liu Bei menerima penyerahan kekuasaan atas XuZhou, dengan demikian dapatlah ia menutup mata dengan tenang.
Ternyata Liu Bei kembali menolak, dengan lembut menganjurkan pengalihan jabatan kepada puteranya. Tao Qian bersikeras dengan niatnya; karena dua puteranya masih muda dan kurang berbakat. Di saat terakhir Tao Qian masih sempat mengatakan agar Liu Bei mengikut sertakan Sun Qian dari Bei Hai, mendampinginya sebagai pembantu nya menjabat.
Ketika Liu Bei mencoba lagi menampik, Tao Qian telah tidak dapat berkata-kata, hanya menunjuk dadanya sebagai pernyataan ketulusan hati atas penyerahan kekuasaan itu. Sesaat kemudian penguasa tua itu menghembus napasnya yang terakhir.
Segenap pejabat berduka atas meninggalnya Tao Qian. Usai sedu sedan, teringat akan pesan mendiang, para pejabat mengambilkan stempel kekuasaan, namun Liu Bei tiada ditemui diantara mereka. Keesokan hari para pejabat dan penduduk, ber-ramai datang ke tempat Liu Bei bermalam, dengan berlinang air mata mereka memohon Liu Bei agar menerima penyerahan kekuasaan atas XuZhou.
Tidak dapat lagi Liu Bei mengelak, selaku penguasa yang baru, ia mengangkat Sun Qian dan Mi Zhu sebagai penasihat dan Chen Deng sebagai menteri pertahanan, membantu nya menjalankan pemerintahan daerah di XuZhou. Seluruh pasukannya yang berada di XiaoPei juga dipindahkan ke XuZhou.
Masa berkabung diberlakukan di XuZhou, para pejabat, tentara serta warga mengikuti dengan hikmat prosesi pemakaman Tao Qian berlokasi dekat sungai Kuning. Menyusul kemudian, surat wasiat dikirim ke istana, memenuhi prosedur serah-terima kuasa.
Cao Cao di JuanCheng mendengar mengenai meninggalnya Tao Qian. Ia marah karena kehilangan kesempatan untuk membalas dendam dan mengetahui betapa mudahnya Liu Bei mendapat kekuasaan atas region itu.
Duduk Cao Cao mengumbar kemarahan; bahwa ia akan membunuh Liu Bei, kemudian membongkar porak-poranda makam Tao Qian, sebagai pembalasan atas pembunuhan ayahandanya. Diperintahnya pasukan segera bersiap untuk menggempur XuZhou.
Lekas penasihat Xun Yu menyela dengan pertimbangan: “Mengerahkan pasukan besar ke XuZhou, maka pasukan yang ditinggal untuk menjaga JuanCheng tidak cukup untuk bertahan apabila Lu Bu menyerang. Apakah tuan rela menukar JuanCheng yang besar dengan XuZhou? Mengerahkan pasukan kecil tidak cukup untuk mengalahkan Liu Bei, mengingat ia akan dibantu sekuat tenaga oleh rakyat yang setia kepadanya.”
Xun Yu melanjutkan: “Kemungkinan yang terburuk adalah tuan tidak berhasil merebut XuZhou, namun disisi lain Lu Bu berhasil merebut JuanCheng dari tangan tuan. Jikalau kemungkinan ini yang terjadi, kemanakah tuan akan pulang?”
Mendengar ini, Cao Cao menukas: “Jadi apakah yang harus kita perbuat? Membiarkan pasukan berdiam diri, dalam masa paceklik sekalipun, bukan sesuatu yang baik.”
Bersambung . . .