Manusia menyadari kekhususan dan kelebihan yang dimilikinya, dibandingkan mahluk lain; kemampuannya berpikir dipergunakan untuk mencari rahasia dibalik kehidupan yang dijalani. Manusia memahami akan kematian atas setiap kehidupan dan manusia takut akan ajal, oleh karena itu manusia perlu mememahami tujuan dan makna hidup agar tidak lekas menjadi layu dan mati bagai bunga sebelum kembang.
Pengertian dan batasan agama.
Itulah sebagian dari banyak teori, mengapa manusia butuh akan sesuatu yang dapat dijadikan sandaran, dengan harapan menemui jawaban yang menjelaskan mengenai kehidupan, mengenai alam semesta atau segala hal lain untuk menjadikannya tujuan hidup. Begitulah asal mula kebutuhan akan agama.
Akan tetapi apakah yang dimaksud dengan agama? Pengertian akan agama amat luas; nyaris tiada pemisah tegas, baik menurut pandang sosial maupun pandang ilmiah.
Demikian luas pengertian, sampai-sampai ada ungkapan sepak bola menjadi agama di negara tertentu.
Ada pendapat yang menyimpulkan secara praktis bahwa agama adalah kepercayaan atau keyakinan akan Tuhan.
Kesimpulan mana tidak dapat dikatakan tepat karena tidak semua agama menyatakan kepercayaan atau keyakinan yang demikian.
Betapapun sulit mendefinisikan, eksistensi agama tidak dapat disangkali. Ada berbagai agama di dunia, diantaranya berkembang lagi menjadi sekte atau aliran. Ada pula yang membagi kedalam dua golongan besar, disebut agama langit dan agama bumi.
Penganut datang beribadah dengan harapan mendapat jawaban mengenai kehidupan. Sekarang ini ada beragam variasi ditawarkan kepada umat antara lain untuk mencapai kehidupan kekal, kehidupan di surga, menghapus penderitaan selama hidup di dunia, mengharap karma yang baik, sampai kepada reinkarnasi dengan peningkatan status.
Antara bermacam keyakinan.
Dalam konteks keagamaan, istilah yang biasa digunakan untuk menyatakan keyakinan adalah iman. Dalam banyak kasus, iman yang seyogyanya membuat kemantaban umat beribadah justru terusik dan tergoyahkan oleh keyakinan agama yang lain.
Umat agama yang satu merasa mempunyai alasan mempertanyakan kebenaran iman agama lain, mengarahkan kepada perseteruan sampai rela berperang dan membunuh tanpa disadari bahwa dalam waktu yang bersamaan dirinya sedang menyangkali iman sendiri.
Lain lagi ilmuwan, sebagian kalangan ini memandang iman sebagai suatu hal yang tak masuk akal. Iman dilihat sebagai pengabaian serta penyangkalan terhadap kenyataan, bahwa umat ber-agama menyangkali realita walau telah jelas-jelas ditunjukkan bukti.
Sejarah mencatat konflik-konflik, antara penegakan iman di satu sisi dan kepentingan pengembangan pengetahuan di sisi lain, beserta peran dan pengaruh tokoh religious yang menghambat kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, demi kepentingan iman. Diantaranya mengakibatkan dihukumnya ilmuwan Galileo Galilei.
Apakah benar iman adalah kepercayaan atau keyakinan tanpa disertai bukti dan tanpa berdasarkan nalar? Dan Iman meremehkan pemahaman yang benar mengenai bumi? Bahwa Iman menafsirkan alam semesta menurut pemikiran sendiri yang menyimpang dan tidak teruji, tidak dapat diandalkan, apalagi dikaji?
Ada sanggahan bahwa keyakinan beragama bukan hypotesa seperti ilmu pengetahuan atau penemuan akan kebendaan. Suatu yang berhubungan dengan Yang Maha Kuasa, membutuhkan keyakinan dan komitmen.
Seorang dapat dikatakan rasional dengan ke-iman-annya, kendati tidak pernah dapat menunjukkan bukti yang nyata, untuk meyakinkan orang lain mengenai imannya.
Namun, ia sendiri dapat merasakan kehadiran kuasa besar yang bekerja atas dirinya, tanpa dapat dicerna oleh nalar manusia.
Terlepas pro kontra, mengenai apa dan bagaimana sebenarnya agama dan iman, yang menarik untuk diperhatikan, bahwa ceramah/khotbah pemuka agama biasanya kental dengan hal berkaitan dengan hubungan sosial; antara sesama anggota keluarga, antar tetangga, lingkungan, atau persahabatan. Tetapi sangat jarang (nyaris tidak) mengenai kegiatan formil, khususnya mengenai dunia perdagangan (business) dan karir.
Adakah berarti bahwa agama, yang semula diharapkan lebih dari menjawab mengenai kehidupan di bumi dan alam semesta, tidak mencakup dunia niaga dan karir? Ataukah dunia bisnis dan karir berada di luar diluar peliputan agama, tak sejalan dengan iman, sementara kita maklumi bahwa keluasan kegiatan keagamaan atau kerohanian terjadi dan dimungkinkan karena adanya sarana penunjang, yang disediakan kegiatan bisnis beserta pengembangan ilmu pengetahuan?
Tuhan yang diimani sebagai Yang Maha Kuasa, pencipta bumi dan segala isinya, tentu menurunkan ajaran yang meliput keseluruhan bidang kehidupan di bumi. Hanya saja, mungkin pemuka agama yang disibukkan dengan hal kerohanian tak cukup mendapat kesempatan untuk memahami dan menyelami segala bidang kegiatan di bumi.
Semoga diskusi keagamaan & kerohanian, dapat memberi jawab yang lebih baik, atau mungkin bahkan menambah lebih banyak pertanyaan.