Tuan Rumah yang Baik.

“Ketahuilah anak muda, bahwa kami memegang teguh prinsip, siapa saja yang berada dalam rumah kami adalah tamu, dan setiap tamu harus diperlakukan dengan baik, walau ia adalah musuh kita. Mi Casa Su Casa (rumahku adalah rumahmu).”
Tentara Perancis mendengarkan dengan kagum mengangguk.

Dalam abad 19, terjadi perang antara Spanyol dan Perancis, yang berbatasan wilayah. Pertempuran antara kedua pihak berjalan seimbang, masing-masing pasukan berhasil melakukan penetrasi ke wilayah musuh, pasukan tentara Spanyol memasuki wilayah Perancis, demikian pula sebaliknya.

Suatu pagi, setelah pertempuran sengit malam sebelumnya, seorang tentara Perancis terluka, sebuah peluru bersarang di dada. Membungkuk diatas kuda menahan sakit, ia mengarahkan kuda perlahan menuju rumah sederhana, satu-satunya rumah disekitar tempat itu, untuk mendapat pertolongan.
Setelah dekat, ia turun dari tunggangan dengan menyeret bedil berjalan menuju pintu rumah, dan terjatuhlah ia tidak sadarkan diri.

Serdadu-Prancis-terluka-di-dadaKetika siuman, ia mendapati diri terbaring pada sebuah dipan, luka di dadanya sudah terbalut. Dengan pandangan masih kabur melihat berkeliling ruang, mengingat-ingat kejadian yang dialami, yang membawanya ke tempat itu. Lalu ia mendengar sapaan: “Ah bagus, anda sudah sadarkan diri. Tahu kah bahwa anda sudah dua hari terbaring disini?”

Teguran berasal dari seorang tua, pemilik rumah, ia telah mengeluarkan peluru dari dadanya, membersihkan dan membalut lukanya. Tak lama kemudian ia membawakan makanan lembut, disuapkannya tentara yang belum bisa menggerakkan tangannya itu seraya berkata: “Kuda anda juga telah saya rawat baik-baik, seekor kuda yang bagus.” Demikian ramah si orang tua.

Beberapa hari berselang, berkat perawatan yang baik, tentara itu mulai dapat bangkit. Berjalan perlahan dalam rumah, dilihatnya seragam tentara Spanyol, tergantung rapih di sudut ruang itu.
“Itu adalah seragam putera saya. Ia tewas dalam pertempuran dua bulan lalu.” Begitu tuan rumah yang tiba-tiba muncul, menerangkan dengan nada sendu.

Tentara Perancis itu menyatakan keprihatinan lalu berkata: “Kalau begitu kita jelas ber seberangan, kita berada pada pihak bermusuhan, tetapi mengapa anda merawat saya demikian baik? Tidakkah akan mencederai rasa nasionalisme anda? Dan yang terlebih lagi putera anda sendiri terbunuh dalam peperangan ini?”

Jawab orang tua: “Ketahuilah anak muda, bahwa kami memegang teguh prinsip, siapa saja yang berada dalam rumah kami adalah tamu, dan setiap tamu harus diperlakukan dengan baik. Mi Casa Su Casa (rumahku adalah rumahmu).” Tentara Perancis itu meng angguk-angguk kagum mendengarnya.

Setelah hampir dua minggu berada di rumah itu, kesehatan tentara Perancis mulailah pulih. Ia berniat meminta diri, pamit untuk kembali ke kesatuannya. Tak terbilang lagi berapa kali sudah ia menyatakan terima kasih.

Melihat keadaan tentara itu, tuan rumah dengan senang hati melepasnya pergi, serta bersedia pula mengantarkan agar tidak tersesat. Setelah tentara itu rapih berseragam, mereka berkuda masing-masing, menuju perbatasan.

Saat berpisah, tentara Perancis menyalam dengan hormat dan mengulang pernyataan terima kasih. Orang tua itu memeluknya hangat dengan berlinang air mata, ia berkata: “Nah, kita sudah sampai di perbatasan, anda akan menempuh perjalanan kembali ke negara anda. Saat ini anda tidak berada dalam rumah kami.”

Selesai berkata, si orang tua mencabut bedil dari pelananya, membidikkannya kepada mantan tamunya, dan terdengarlah letusan. Tentara Perancis jatuh dari kudanya dan tewas seketika!!

Demikian kisah Mi casa, Su casa.
Pembunuhan bukan hal terpuji, tetapi kisah ini menunjukkan bagaimana orang tua itu memegang prinsip, menjadi tuan rumah yang baik, tuan rumah yang terhormat, walau tamunya itu juga adalah musuhnya.