Mengapa Nuh, Nabi?

Terlihat adanya introspeksi oleh Allah bahwa karunia-Nya yang berupa tingkat kecerdasan yang tinggi dan kegentaran mahluk lain terhadap manusia, itulah yang mengakibat kecenderungan manusia berprilaku membuat kejahatan sebagai konsekuensi. Sikap introspektif hendaklah menjadi bagian dari sikap dalam menjalani kehidupan di atas bumi ciptaan-Nya.

Apakah Allah tidak pernah mencobai manusia? Lalu mengapa pohon, yang tidak boleh dimakan dan tidak boleh diraba buahnya, ditempatkan justru ditengah taman, dimana manusia berkediaman? Mengapa buah terlarang yang mendatangkan kematian dibuat tampak demikian baik dan sedap? Kej 2:17, 3:3

Orang tua pengasih, tentu akan sedapatnya, menyingkirkan atau menjauhkan, bahaya dari tempat dimana anggota keluarga berada, mencarikan tempat lain yang terlindung dan aman untuk mereka, bukan sebaliknya. Tidakkah Tuhan lebih bijaksana dari pada manusia?

Nuh dan hewan dalam bahteraPenafsiran bisa bermacam-macam, tetapi kiranya hemat pesan adalah jelas, bahwa hendaknya manusia tidak melanggar yang terlarang, hendaknya menuruti segala apa yang diajarkan-Nya atau akan diganjar-Nya dengan hukuman.
Allah mengharapkan pengenalan manusia terhadap-Nya sebagaimana dikehendaki-Nya.

Namun, ternyata manusia mempunyai keinginan sendiri, manusia hendak mengenal-Nya menurut pendapat manusia. Bahkan banyak manusia ingin memiliki pengetahuan dan kuasa yang setara dengan pengetahuan dan kuasa yang ada pada Allah.

Allah menciptakan manusia dan menjadikan manusia mahluk dengan kecerdasan yang tinggi. Makin tinggi tingkat kecerdasan suatu mahluk, makin besar pula hasrat mahluk tersebut untuk berkuasa. Lebih jauh sebagai konsekuensinya, mahluk itu makin sukar untuk ditundukkan.

Kekuasaan dilambangkan sebagai buah yang tampak menarik, baik dan sedap. Sangat menariknya kekuasaan, mendorong manusia tanpa segan melakukan kejahatan demi mendapat kekuasaan. Hukuman demi hukuman tak kunjung mendatangkan efek jera.

Manusia tetap berbuat jahat, tanpa segan membunuh sesama, untuk menguasai dan merebut milik sesama. Kejahatan sudah dimulai oleh Kain sampai generasi nabi Nuh. Tidak akan dapat catatan merangkum seluruh silsilah kejahatan manusia.

Kejahatan manusia sempat mendatangkan penyesalan Allah, yang telah menciptakan manusia. Sedemikian menyesalnya Allah, sehingga diputuskan-Nya untuk menghapus manusia beserta hewan, mengakhiri hidup segala mahluk, memusnahkan mereka ber- sama-sama dengan bumi, kecuali perjanjian yang dibuat-Nya dengan Nuh. Kej 6: 5-6.

Tersisip pesan besar tersamar dalam perikop agar hendaknya tiada keengganan untuk merombak rancangan yang ternyata kemudian menyimpang dari harapan betapapun rapih persiapan dan pelaksanaannya dilakukan sejak awal mula. Allah menelandankan dengan mendatangkan air bah yang meliput bumi, memusnahkan segala yang hidup, binasalah segala yang ada di bumi ciptaan-Nya.

Hanya Nuh mendapat kasih karunia besar dimata Tuhan; Allah mengadakan perjanjian dengannya. Riwayat Nuh dalam alkitab dinyatakan dengan singkat; seorang yang benar dan tak tercela diantara orang-orang sesamanya, hidup bergaul dengan Allah. Kej 6:9.

Hanya itu dan hanya itu rahasianya; kebergaulan Nuh dengan Allah dalam menjalani hidup.

Nuh beserta keluarga dan keluarga anak-anaknya diluputkan dari pemusnahan, serta bersamanya juga adalah sepasang dari setiap hewan, dalam bahtera yang dibuat Nuh sesuai petunjuk-Nya. Kitab kejadian menggambarkan betapa taat Nuh terhadap Allah, itulah yang dimaksud dengan pergaulan dengan Allah, melalui segala perbuatan yang mendatangkan kesejukan dihati-Nya.

Allah menghentikan kutuk atas bumi, merupakan karunia besar yang dilimpahkan-Nya kepada manusia. Diperbuat begitu kepada manusia, berkat kebergaulan Nuh dengan Nya, hidup sebagai orang benar.

Terlihat adanya introspeksi Allah, bahwa yang dikaruniakan-Nya kepada manusia yaitu tingkat kecerdasan yang tinggi dan gentarnya mahluk lain terhadap manusia, hal itulah yang membuat kecenderungan pada manusia ber prilaku membuat kejahatan sebagai konsekuensinya.

Ini tentu tidak berarti bahwa kejahatan manusia berkenan dihadapan-Nya, melainkan menjadi pembelajaran bagi manusia agar bersikap introspektif, menjadikan sikap ber-introspektif bagian dari sikap pribadi keseluruhan.
Kecenderungan berbuat jahat, tidak berarti harus berbuat jahat. Kecenderungan mana hendaknya dikendalikan agar tidak menjerumuskan.

Jadi, dimanakah sebenarnya, lokasi pohon berbuah terlarang, yang tampak sedap itu? Ditengah taman disana? Atau di dalam hati manusia yang penuh hasrat berkuasa?