Kebiasaan Penyebab Perselisihan?

Ayah mulai geram, namun berusaha memelihara nada bicara, menjawab ibu: “Ada apa denganmu? Adakah engkau iri karena melihat mobilku bersih? Ataukah engkau lupa bahwa saya juga sering membawa mobil ini untuk dicuci di garage di kompleks rumah kita?” Kemudian keduanya terdiam, akan tetapi apakah dengan demikian persoalan terselesaikan?

Apakah benar bahwa dalam setiap pribadi selalu terdapat hal yang sangat sulit untuk dipahami, sekalipun oleh pasangannya sendiri? Sehingga dalam sebuah keluarga yang terdiri dari beberapa individu, selalu terdapat persoalan yang rumit, ibarat buku yang di dalamnya terdapat halaman-halaman yang sulit dimengerti walau buku telah dibaca berulang kali?

Kebiasaan suami isteriKebanyakan pasangan yang menghendaki perpisahan, tidak dapat menyebut alasan apa yang membangkitkan keinginan untuk berpisah secara spesifik, biasanya disebut sebagai ketidak-cocokan satu sama lain.

Kesulitan mengemukakan alasan perlunya perpisahan dapat dimengerti, dikarenakan terjadinya akumulasi berbagai persoalan, yaitu persoalan-persoalan yang dipandang sebagai kecil dan ‘didiamkan’.

Pendapat agar hendaknya persoalan besar dilihat sebagai hal kecil, dan persoalan kecil dianggap sebagai tidak ada, ternyata tidaklah selamanya bijaksana, terutama bilamana persoalan-persoalan kecil sudah menumpuk dan tak tertahankan lagi untuk diterima. Kalau sudah belasan tahun seperti itu, mana tahan!

Diantara persoalan kecil dalam rumah tangga adalah perbedaan kebiasaan atau hobby seperti kisah nyata yang di-share seorang pembaca untuk dimuat disini sebagai bahan pembahasan diantara kita, sebagai tertulis dibawah ini.

Kisah nyata kebiasaan yang menjadi persoalan.

Sepasang ayah dan ibu muda, keduanya berkarir, berangkat dan pulang bekerja setiap hari dengan kendaraan masing-masing. Ayah yang manager mengendara mobil sedan kebanggaan ke kantor, sedang ibu dengan mobil van kesayangan menuju mall, tempat nya bekerja menangani penerimaan supply.

Selain untuk pergi pulang ke tempat kerja kendaraan mereka berfungsi untuk berbagai keperluan lain; bepergian bersama dua orang anak mereka untuk berekreasi, ataupun berbelanja biasa menggunakan mobil van si ibu, mobil yang berkapasitas angkut lebih besar.

Anak-anak merasa lebih nyaman bepergian dengan mobil van, dari pada dengan mobil sedan; selain karena keluasan interior nya, juga karena dalam mobil ibu selalu tersedia bermacam snack. Camilan menambah kenikmatan perjalanan santai sekeluarga, walau akibatnya selalu akan didapat remah-remah makanan berserak di lantai karpet mobil.

Untuk menghadiri acara resmi atau berprestise, seperti pertemuan ramah tamah antar kolega, promosi seorang rekan atau peresmian pengangkatan agen, mobil sedan tentu lebih cocok digunakan suami-isteri itu. Namun demi menjaga kebersihan mobil, si ayah tidak memperkenankan siapapun makan didalamnya, tidak terkecuali isterinya sendiri, yang sangat menggemari makanan kecil.

Suatu hari, sedang sekeluarga dalam perjalanan tamasya, menikmati keripik kentang, ibu bertanya kepada suaminya dengan suara perlahan agar tak terdengar anak-anak: “Mengapa engkau memakan sesuatu dalam mobilku, tetapi aku tidak boleh berbuat itu dalam mobil mu?”

Pertanyaan yang tak pernah diajukan sebelumnya itu, dijawab ayah juga dengan suara perlahan: “Tidakkah engkau mengetahui alasan saya melarang makan dalam mobil ku? Yaitu agar kebersihannya terjaga, tidak mempermalukan jikalau kolega mengikut saya keluar makan siang, sedang mobil itu belum sempat dicuci. Tidak seperti ini, lihatlah itu serpih kentang yang engkau jatuhkan ke lantai.”

“Soal mengapa saya ikut makan dalam mobil ini karena kalian bertiga makan dan telah menyerakkan serpihan. Apakah banyak berbedanya kalau bertambah dengan ikutnya saya makan bersama?” Ayah menyambung dengan penjelasan.

Tidak seperti biasanya, sekali ini ibu menukas tajam: “Seharusnya apabila engkau tidak membolehkan seorang melakukan sesuatu, engkau sendiri harus berbuat yang sama.” Mendengar itu, ayah terlihat mulai geram, namun masih berusaha memelihara nada bicara dengan menjawab: “Ada apa dengan engkau? Adakah engkau merasa iri melihat mobil ku bersih? Ataukah engkau lupa bahwa saya juga sering membawa mobil ini ke garage di kompleks rumah kita untuk dicuci?”

Keduanya kemudian terdiam, tetapi apakah dengan demikian persoalan terselesaikan? Perdebatan mengenai persoalan bisa saja berulang suatu saat, ini belum lagi ditambah persoalan-persoalan lain diantara pasangan itu.

Yang lebih tepat untuk dikatakan dalam kasus ini, adalah bahwa penyebab perselisihan bukan perbedaan diantara mereka, melainkan cara mereka menyikap perbedaan itu.

Bagaimanakah pembaca budiman menyikap persoalan diatas sekiranya berada dalam posisi sebagai suami atau isteri, menurut budi-pekerti yang dijalani, menurut keimanan agama yang dianut, ataupun menurut adat-istiadat yang dihayati selama ini?