Mengubah Kepribadian, Bagaimana?

Faktor keturunan atau pembinaan yang dominan membentuk kepribadian anda? Penampilan berpura-pura akan melelahkan dan berakhir dengan keputus-asaan dikarenakan energy yang terkuras. Mungkinkah seorang berubah setelah berusia diatas 30 tahunan, dan apa perlunya mengubah kepribadian sendiri? Jawabnya bergantung kepada itikad untuk membangun diri.

Pernahkah kita mengagumi seorang, melihat sikapnya yang enthusiast menyenangkan membuat kita berkeinginan mempunyai enthusiasm sebagaimana orang itu, ataukah dilain waktu menemui seorang yang menekuni pekerjaan menghasilkan karya master piece, mengagumkan, membuat kita berkeinginan mempelajari dan mengikuti caranya bertekun?

KepribadianHasrat mengembangkan kepribadian agar dapat meraih kemajuan adalah normal.
Hasil penelitian study University of illinois, memperlihatkan bahwa kebanyakan orang kecewa dengan kepribadian sendiri. Hanya 13 percents dari participants yang merasa puas atas sebagaimana mereka adanya.
Beberapa penelitian lain ditempat berbeda juga menunjukkan hasil sedemikian.

Akan tetapi, mungkinkah karakter seorang diubah, terlebih yang telah menginjak usia dewasa? Sementara pendapat lama menyatakan bahwa tabiat seorang adalah bawaan lahir (biologis), bahwa apa yang menjadi kepribadian ‘terpatri’ kuat sesudah memasuki usia diatas 30 tahunan.

Pembentuk kepribadian.

Pendapat lama diatas benar adanya; faktor genetik berperan membentuk kepribadian. Temuan study menunjukkan, beberapa saudara kembar yang belum pernah mengikuti program pengembangan diri mempunyai pola kesamaan 39% hingga 58%, diantaranya pada selera, cara berpikir, temperament atau hal lainnya, kendati diantara mereka ada yang tidak dibesarkan dalam keluarga dan lingkungan yang sama.

Faktor genetik mengambil bagian dalam pembentukan individu, tetapi bukan satu-satu nya faktor. Ada berbagai faktor lain terbungkus dalam paket yang disebut pengalaman, dari waktu ke waktu mengarahkan perkembangan tanpa batas usia. People change!

Perawatan semasa bayi, pendidikan oleh orang tua, pendidikan di sekolah, pendidikan agama atau moral lain, kelakuan komunitas, reaksi orang dengan siapa ia ber-interaksi, keadaan lingkungan hidup, pemberitaan di media masa dan sebagainya, semua adalah pengalaman, yang tiada henti mempengaruhi perkembangan diri pribadi.

Perlukah mengubah kepribadian?

Kepribadian, adalah bagaimana perasaan (tanggapan) dalam menanggapi sesuatu hal, bagaimana cara berpikir, dan bagaimana berkelakuan.

Sebagaimana hasil study, kebanyakan orang kecewa dengan kepribadian sendiri. Akan tetapi berapakah dari mereka yang kecewa,  berkemauan memperbaikinya? Untuk hal ini tiada manfaat melakukan study, karena Kemauan berubah seperti ini hanya dapat dijawab melalui upaya sendiri dalam suatu kurun waktu tertentu.

Faktor genetikkah atau pengalamankah yang lebih berperan membentuk kepribadian? Jawabnya adalah, bergantung kepada tekad individu untuk membangun kepribadian, bergantung kepada upaya individu mengatasi change resistance (kebertahanan untuk berubah). Makin besar change resistance, makin besar faktor genetik mewarnai.

Change resistance yang besar biasanya disebabkan antara lain oleh kemanjaan, karena kepemilikan harta, kelebihan pada phisik, merasa unggul dan lebih pandai, kekurangan wawasan dan pergaulan, dan sebagainya.

Ada orang berupaya keras, sampai-sampai memeriksa horoscope, mencari kelemahan bawaan lahir untuk diperbaiki. Upaya yang persisten, intense dan tulus, memperbesar harapan mencapai keberhasilan.

Sebagian dari perbaikan kepribadian memang dapat juga ditampilkan dengan kepura-puraan, namun tiada bertahan; karena kepura-puraan sangat melelahkan dan berakhir dengan penyerahan setelah energy terkuras.

Dimensi pengukur kepribadian.

Dimasa lalu, manusia dicoba-golongkan menurut type/macam, berdasarkan teori yang tak terbilang banyaknya, menjadikannya begitu rumit. Kini para psychologist ber-fokus pada 5 besar pengukur. Dengan demikian, setiap individu mempunyai kombinasi level masing-masing dalam ke 5 dimensi, yang dikenal sebagai OCEAN (initial setiap besaran nya), seperti paparan dibawah ini:

  • Openness. Terjemahan bebas: Keterbukaan (terhadap pengalaman).

Pribadi terbuka, terlihat pada sifat petualang, oleh karena rasa keingin-tahuannya dan kesenangan mempelajari sesuatu yang baru, senang akan gagasan unik-orisinil. Daya imajinasi nya luas serta berdaya-cipta relatif tinggi, namun ia dapat menghargai karya orang lain. Berpenampilan menarik dan menyenangkan, hanya saja terkadang dikuasai perasaan, emotional.

Setiap orang yang berkeinginan membangun pribadi perlu memulai dengan membuka diri. Sebaliknya, pribadi tertutup menjurus kepada fanatisme, sebagaimana dipahami fanatisme (dalam segala bidang) adalah penghalang besar terhadap perkembangan.

Pergaulan sangat berpengaruh; kebersamaan dengan orang yang senang mempelajari sesuatu yang baru mendorong keterbukaan pandang serta penerimaan, dibandingkan semisal tinggal di pedesaan dimana masyarakatnya cenderung berpandangan statis.

  • Conscientiousness. Terjemahan bebas: Keberhati-hatian.

Orang dengan kualitas conscientiousness adalah orang handal dan terpercaya. Segala yang dikerjakannya didahului dengan rencana dan persiapan yang terperinci, termasuk menetapkan cita-cita sendiri, sehingga terlihat bagai ber-ambisi besar, namun mampu dicapainya, dikarenakan keteraturan dan kedisiplinannya yang tinggi dalam bekerja.

Derajat conscientiousness yang rendah ada pada orang yang bertindak spontan, tanpa pertimbangan dan alasan. Perlu selalu dibawah pengawasan karena kecerobohan dan ketidak-disiplinannya.

Karyawan perusahaan tentu akan bekerja memenuhi kriteria yang ditentukan. Mereka yang ceroboh pun terpaksa bekerja seteliti dan serapih sesuai tuntutan. Ini merupakan pendidikan; conscientiousness yang semula rendah kemudian meningkat, kedisiplinan dapat saja menjadi kebiasaan dalam routinitas, diluar perusahaan.

Tetapi,bagi mereka yang tidak/kurang berkeinginan meningkatkan conscientiousness, mereka berdisiplin hanya ditempat kerja. Diluar itu, di rumah dan di berbagai tempat lain, mereka tetap dengan kelemahan sebagaimana mereka semula adanya.

  • Extrovert (extroversion).

Dimensi ini bersisi dua, extroversion – introversion.
Kerendahan derajat extroversion membawa kepada introversion, dan sebaliknya. Dua version yang berlawanan ini mempunyai kekuatan dan kelemahan masing-masing.

Orang-orang ber-extroversion tinggi adalah periang, senang bergaul, memilih kegiatan yang terhimpun banyak orang didalamnya, yang menjadi motivasi baginya. Berkumpul merupakan kesempatan baginya untuk menyatakan diri, memenuhi rasa suka menjadi pusat perhatian layaknya kelakuan pemimpin, itulah mengapa banyak mereka menjadi tokoh. Senang bergaul, belum berarti senang berbagi sebagai mahluk yang ber-sosial.

Berhimpun membuat mereka bersemangat, termotivasi; seakan-akan keberkumpulan mendatangkan energy baginya. Karena itu mereka berkecenderung untuk menambah pertemanan. Temannya relatif banyak dan yang menjadi temannya kebanyakan adalah sesama extrovert dengan derajat sebanding.

Bagi yang ber-introversion (kebalikan dari extraversion) keberkumpulan dengan orang-orang adalah penggunaan energy, berkumpul dengan makin banyak orang akan makin banyak menggunakan energy yang melelahkan.

Para introvert sama sekali bukan pemalu, tidak pula menghindari pergaulan, mereka umumnya self-motivated, menggunakan sebagian waktu bersendiri, untuk menambah pengetahuan atau menekuni pekerjaan. Menyukai pergaulan dalam group kecil, oleh karena itu temannya relatif lebih sedikit namun lebih berkualitas sahabat.

Menurut sebagian kalangan ahli, yang menjadikan kecenderungan extrovert/introvert adalah faktor keturunan, seperti yang ditunjukkan pada study saudara kembar diatas.

Pendapat mana disanggah para ahli lain dengan menyatakan bahwa faktor pembinaan (pengalaman) berperan besar mengarahkan kecenderungan.
Pelatihan dan pembiasaan tampil di muka umum, akan menggeser introversion kearah extroversion, begitupun pendidikan ketekunan dan penanaman akan kerendahan hati menggeser kearah sebaliknya

  • Agreeableness. Terjemahan bebas: keramah-tamahan.

Derajat dimensi yang menampilkan keramahan, sikap bersimpati, kesenangan bekerja sama ketimbang bercuriga, apalagi bermusuhan.

Normalnya, makin bertambah usia seorang makin berpertimbangan akan kepentingan orang lain, kebersediaan ber-kompromi meningkat, makin bermurah hati, makin besar kebersediaan menolong.

Begitulah perkembangan agreeableness, yang tentu relatif pada setiap individu. Untuk peningkatannya dibutuhkan keinginan dan ‘keberanian’ untuk berbagi kepada sesama.

  • Neurotic. Terjemahan bebas: Kegelisahan.

Neurotic menyebabkan kepekaan berlebihan; persoalan sederhana ditanggapi sebagai sebuah ancaman, yang menjadikan mudah merasa tertekan, gelisah, cenderung selalu bermuram, mudah tersinggung dan marah. Kegagalan sedikit saja menjadikan kecewa, membuatnya berputus asa.

Neurotic yang serious berakibat ketegangan suasana hati yang berkepanjangan. Segala kemampuan yang ada padanya bagaikan sirna. Tidak dapat diharapkan berpikir jernih, tidak dapat membuat keputusan, tidak dapat menanggulangi permasalahan, ia sendiri sudah menjadi sumber permasalahan.

Penyadaran akan keberpasrahan sangat menolong memperbaiki neurotic, pendidikan spiritual, kerohanian, keagamaan, membantu menghapus kegelisahan.


Setelah melihat ke 5 pengukur itu, dapatkah memperkirakan seberapa baik atau buruk watak pribadi, pembawaan diri, tabiat, kepribadian atau karakter diri sendiri?
Dari 5 dimensi diatas, manakah yang merupakan kekuatan dan mana yang merupakan kelemahan untuk diperbaiki?

—  Character shapes your future.  —