Berbahasa dan Cara Berpikir.

Bukan yang masuk ke dalam mulut yang merendahkan orang, yang keluar dari mulut itulah yang merendahkan orang.
Efektifitas serta sistimatika berpikir terlihat melalui rangkuman penuturan kata di dalam berkomunikasi, begitupun kecepatan menangkap pesan yang disampaikan kepadanya.

Pernahkah kita menyadari, bahwa benak kita berpikir menurut bahasa yang digunakan sehari-hari? Bahwa bahasa yang kita pergunakan dalam berkomunikasi, cara bercakap-cakap, cara bertutur kata, menunjukkan cara kita berpikir?

Berpikir-dan-berbahasaSeorang yang selalu berbahasa Indonesia sehari-harinya suatu ketika bertandang ke tempat orang berbahasa Mandarin, tentu memerlukan waktu, beberapa saat, untuk kembali fasih berbahasa Mandarin, untuk beralih cara berpikir menurut tata bahasa Mandarin sekalipun ia adalah guru bahasa Mandarin.

Sesudah cukup lama berada disana, ketika kembali ke Indonesia, terulang diperlukan kembali waktu baginya, untuk beralih cara berpikir. Makin sering berpindah-pindah antara kedua tempat itu makin singkat waktu peralihan berpikir yang dibutuhkan.

Pemahaman dan pembentukan cara berpikir.

Peralihan cara berpikir selalu terjadi pada setiap kali peralihan penggunaan dari suatu bahasa kepada bahasa lain; beralih berbahasa daerah seperti bahasa Jawa, Sunda atau Bali dengan budaya tingkatan kastanya; pikiran kita bekerja untuk pemilihan kata yang tepat dan penataan bahasa, agar mendapat persesuaian status, antara yang berbicara dan yang diajak berbicara, dan seterusnya.

Bilamana bahasa Inggris yang digunakan, pikiran bekerja atas penerapan tata bahasa, sebagaimana bahasa mementingkan ketepatan tense sebagai pernyataan sikap, atau penekanan lainnya, disamping menerangkan mengenai waktu. Hal yang sama terjadi, dalam bahasa lain dengan kekhususan seperti penggolongan gender dan sebagainya.

Begitulah bahasa membentuk cara berpikir. Mempelajari suatu bahasa lain, membawa kita kepada pemahaman akan cara berpikir bangsa atau suku berbahasa tersebut.
Tanpa kita sadari, setelah fasih berbahasa tersebut, kita sendiri berpikir menurut cara mereka. Dalam tahapan itulah kita baru dapat merasakan lucunya gurau mereka, atau kerasnya suatu sindiran, atau pesan lain terkandung di dalamnya, meskipun diungkap dalam kata-kata yang baik dan dalam sebuah kalimat sederhana saja.

Mulai dengan bahasa ibu yang baik.

Sebelum mulai mempelajari bahasa asing, terutama yang lebih rumit tata bahasa dan ditambah keunikan lain, adalah perlu melihat terlebih dulu bagaimana selama ini ber-komunikasi dalam bahasa ibu.

Secara sederhana disimpulkan, bahwa seorang yang tidak berbahasa-ibu dengan baik menunjukkan perlunya ia memperbaiki cara berpikir. Sebelum caranya berpikir dalam bahasa ibu diperbaiki, ia akan menghadapi kesulitan besar dalam mempelajari bahasa lain, dengan cara berpikir lain.

Untuk berkomunikasi dalam sesuatu bahasa, selalu diawali dengan pengetahuan akan perbendaharaan kata dan pelafalan. Untuk merangkum kata-kata dalam kalimat, agar menjadikan informasi atau pesan, masih lagi diperlukan pengetahuan tata bahasa.

Adalah memprihatinkan, mendapati orang-orang belum menguasai bahasa ibu dengan baik, tetapi memaksakan diri menggunakan kata-kata asing tanpa memahami arti kata seperti pada kata “mobil second”. Mungkin yang dimaksudkannya adalah “mobil bekas pakai”, namun kata asing yang digunakan sama sekali tidak memberi arti sebagaimana yang dimaksudkan.

Tentu banyak pembaca mengetahui, bahwa kata “second” dalam bahasa Inggris dalam konteks diatas berarti “kedua”, sedangkan untuk menyatakan “bekas pakai” digunakan kata “second-hand”, begitulah bilamana kita berbahasa Inggris.

Sekiranya tidak memahami akan arti sesuatu kata asing janganlah malu menggunakan bahasa-ibu yang sebenarnya tak kalah indah dibandingkan kata dalam bahasa lain.
Pergunakanlah kata-kata yang benar-benar dipahami artinya, agar tidak menurunkan martabat sebagai manusia menjadi bagai beberapa jenis burung yang dapat berbicara namun tidak mengetahui artinya.

Bahasa, pencerminan cara berpikir.

Cara berbahasa membentuk cara berpikir seorang, sebaliknya cara berpikir seseorang dapat dikenali melalui caranya berbahasa.
Efektifitas dan sistimatis berpikir terlihat melalui rangkuman penuturan kata di dalam berkomunikasi, begitupun kecepatan menangkap pesan yang disampaikan kepadanya.

Orang yang terbiasa berkalimat panjang lebar menyampaikan informasi yang sebenar nya hanya sederhana, kepadanya juga diperlukan kalimat yang panjang lebar sebelum dapat ia menangkap pesan yang terkandung.
Kalimat singkat, seperti yang tertulis pada rambu lalu lintas, belum cukup membuatnya mengerti dan mentaati pesan peraturan lalu lintas.
Mengapa demikian?

Kiranya cara berkomunikasi dan cara berpikir mempunyai korelasi erat satu sama lain. Kebiasaan cara berkomunikasi membentuk cara berpikir, dan cara berpikir ter-refleksi dalam cara berkomunikasi. Dan kita mengetahui bahwa kebiasaan bukan sesuatu yang tidak dapat diubah, begitu pula dengan cara kita berpikir.
Hanya saja memang diperlukan keinginan kuat untuk membuang sikap bertahan untuk berubah.

Bukan yang masuk ke dalam mulut yang merendahkan orang,
melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang merendahkan orang.