Kualitas atau Lamanya Hidup?

Beberapa hari berselang kakek menghilang, pihak panti panik, menelpon keluarganya. Mereka berpencar mencari tanpa hasil dan hampir saja menghubungi polisi.
“Engkau selalu membicarakan mengenai panjang umur, tetapi apa artinya hidup berlama kalau tiada yang dapat dikerjakan?

Nilai kehidupan kita tiada lain adalah bagaimana kita mengisi hidup. Begitu kata orang bijak, begitulah pula yang dijalani oleh kakek dalam sebuah kisah nyata, yang terjadi di sebuah kota di Amerika Serikat.

Sebuah keluarga berdarah Asia, kakek ber puteri tiga orang, semua telah berkeluarga dan berkarir dalam bidang masing-masing, begitulah umumnya kehidupan di negara maju, suami dan isteri bekerja, bernafkah bersama.

Kakek yang berbahagiaIbu mereka telah meninggal dan ayah yang menduda, beberapa tahun terakhir tinggal bersama puteri tertua. Hingga pada suatu hari, ketiga puteri merembuk, mencarikan jalan terbaik demi kesehatan ayah tercinta, mengingat usia lanjut dan kesehatan agak menurun.

Hasilnya, disepakati untuk membawa ayah mereka ke panti jompo (retirement living community), dipilihkan yang termewah di kota itu.
Biaya tinggal yang sangat tinggi, tidak menjadi persoalan, asalkan ayah terawat baik.

Pada waktu direncanakan, tiga keluarga berangkat mengantar ayah yang sudah kakek, ke panti. Disana, pengurus memperlihatkan kamar dengan segala instalasi terpasang serba mewah. Pendek kata, dengan fasilitas penunjang kesehatan sedemikian tiadalah penghuni akan meninggal dengan mendadak.

Setelah membenah bawaan kebutuhan si kakek, pakaian ke dalam lemari, obat di atas meja, minuman ke dalam lemari es, mereka dengan berat hati meninggalkan ayah di panti, berharap si kakek kerasan dengan keadaan mewah panti tersebut.

Beberapa hari si kakek berdiam disana, disuatu pagi petugas panti dan perawat semua panik, mereka kehilangan si kakek. Pencarian ke setiap ruang, ke setiap sudut; si kakek tak ditemukan. Segera pihak panti menelpon keluarga di tempat kerja masing-masing.

Cemaslah tiga puteri dan para menantu si kakek karenanya, mereka bergegas ke panti dan berpencar di lingkungan sekitar panti berharap si kakek mungkin sedang berjalan-jalan. Setelah beberapa jam pencarian tidak berbuah hasil, si bungsu berniat melapor kepada polisi, kalau saja saudara tertua tak mencoba menelpon ke rumah lebih dulu.

Baby sitter yang menjawab telpon, memberitahu bahwa si kakek baru tiba di rumah. Tiga keluarga pun berbondong pulang dan mendapati ayah mereka sedang berkebun di halaman belakang, merawat tanaman bunga sambil bergurau bersama cucu balita, seolah-olah tiada sesuatu ter jadi.

Beberapa hari si kakek di rumah, setelah dibujuk, kembali si kakek diantar ke panti itu. Beberapa hari berselang kembali si kakek menghilang, hanya saja kehilangannya tidak menimbulkan kehebohan seperti kejadian pertama. Si kakek ditemui di rumah sedang bermain bersama dua cucunya.

Lusa hari, di akhir minggu, ketiga bersaudara berniat mengantar kembali ayah mereka ke panti. Setelah mereka berulang kali membujuk, mengemukakan berbagai kelebihan fasilitas di sana. Sekali ini si kakek menolak kembali kesana.

“Pembicaraan kalian selalu mengenai perpanjangan umur bila papa tinggal di panti itu. Papa menghargai itikad kalian semua sejak mula. Akan tetapi, apalah artinya hidup ber lama, bilamana tiada sesuatu untuk dikerjakan? Papa mau bermain dengan cucu-cucu, papa mau mengasuh mereka.” 

Menunjuk puteri tertua, si kakek melanjut: “Dan engkau mengetahui bahwa selama ini papa mengikuti kursus menumbuhkan bunga seruni, papa akan berpartisipasi dalam kontes pameran bunga, pada hari kemerdekaan. Lihatlah tanaman di pot-pot itu, papa merawatnya dengan pemupukan yang tepat dalam dua bulan terakhir ini, tanaman itu akan menumbuhkan bunga seruni indah yang sangat banyak pada waktunya.”

“Papa takkan kembali ke panti.” Demikian si kakek menyudahi. Ketiga puterinya hanya terdiam mengangguk-angguk, lalu mereka memeluknya hangat.
Demikianlah kisah kakek yang penuh semangat meski sudah menginjak usia senja.

Di negara maju mudah ditemukan kakek, nenek, mengikuti kuliah dan kursus. Mereka berjalan perlahan namun pasti, dengan bantuan tongkat, memasuki ruang kelas, bagi mereka tiada kata terlambat untuk belajar, tiada kata terlambat untuk ber prestasi.

Melihat yang uzur masih penuh bersemangat untuk berkarya, bagaimanakah dengan para muda mudi belia? Bersemangatkah untuk membuat hidup yang berkualitas dan bermakna?