Wahyu Budiono, sharing.

Sharing oleh Wahyu Budiono, member DCCAC.
Sharing terbaik sesi ke 8, pilihan members DCCAC, repost.

Sharing saya pada sesi 8, adalah mengenai hubungan saya dengan seorang gadis, yang saya cintai. Saya mulai berkenalan dengannya pada 6 tahun yang lalu, di kantor perusa haan kontraktor, dengan perusahaan mana saya berhubungan bisnis, dan ia adalah se orang karyawati disana.

Gadis itu berasal dari keluarga sederhana. Yang membuat saya tertarik kepadanya, ada lah pembawaan dan perawakannya yang sederhana. Dikarenakan kesibukan pekerjaan masing-masing, kami hanya dapat menjalin hubungan jarak jauh, namun komunikasi di antara kami berjalan dengan baik.

Pihak keluarganya yang mengetahui akan hubungan kami,  tidak me nyetujuinya. Namun berkat perjuangannya, kemudian keluarga nya berserah saja kepada keputusannya. Sampai tiba saatnya untuk me langkah ketingkat selanjutnya, yaitu ke jenjang pernikahan.

Untuk mempersiapkan segalanya, saya pulang kampung dengan ra sa gembira, untuk memberitahu keluarga, dalam hal ini adalah kakak saya yang tinggal di Medan, yang akan bertindak selaku wali; kedua orang tua kami telah tiada.

Kakak saya menyambut baik niat saya untuk ber-rumah tangga, mengingat usia saya, sudah ber-kepala empat. Mengikuti tradisi, kami mulai dengan melihat (mencari) hari-baik bulan- baik bagi pernikahan. Dengan ditemani kakak, saya mengunjungi seorang suhu terkenal di daerah Sumut dengan menempuh 2 jam perjalanan dari Medan.

Setelah selesai acara ritual sembahyang sesuai dengan agama yang saya anut, besarlah harapan saya mendapatkan hari yang baik dengan pengarahan persiapan yang baik.
Saya utarakan maksud dan tujuan kedatangan.

Suhu itu terdiam sejenak, yang mengejutkan adalah jawabnya yang sangat berlawanan dengan harapan! Saya dianjurkan agar tidak menikahi gadis itu, atau dalam 3 tahun me nikah hidup saya akan berakhir, dead. “Kalau ga percaya, silahkan saja dicoba.” Begitu lanjutnya.

Aduhhhh …. , bagai tersambar petir disiang bolong, seolah saya bermimpi buruk, tapi ini kenyataan. Kami masih berharap kalau-kalau ada jalan alternatif, cara untuk mengkias, suhu hanya menasihati agar saya melakukan kebajikan, menolong orang, hanya itu.

Kecewa, marah, kesal, putus asa, begitulah perasaan saya sepanjang perjalanan pulang. Kakak, yang melihat keadaan saya menjadi berkuatir; berpesan berkali-kali,  agar saya tidak melakukan tindakan bodoh. Syukurlah saya bisa mengendalikan diri hingga tiba di Medan.

Jujur, saya tidak berani memberitahukannya ke doi; namun karena desakan rasa ingin tahunya akhirnya saya katakan semuanya, anehnya jawabannya: “Yah, sudah kita jadi sahabat saja.” Begitu enteng terdengar ia berkata, tiada beban.

Apa yang terjadi pada diri saya; selama seminggu di Medan, sifat saya berubah menjadi pendiam dan mudah tersinggung, bahkan terlintas dibenak saya untuk pindah agama.

Kini usia saya genap 50, saya masih tidak menikah, mungkin teman di Group DCCAC atau teman lain ada yang bisa membantu, agar Cangkang yang selama ini menutupi diri saya, menjadi benar-benar terbuka. Terima kasih sebelumnya.

*Naskah telah di-edit ulang, tanpa mengurangi atau mengubah isi dari sharing.