Tradisi Ceng Beng 清明

CengBeng adalah perayaan/festival di lokasi makam, keluarga berkunjung tidak dalam suasana duka tiada air mata. Menebar bunga, membersihkan makam, menghidangkan sajian, semua diperbuat dengan ceria, layaknya bertamasya dan seolah-olah yang berada dalam makam hadir menikmati kumpul bersama. CengBeng telah men-tradisi sejak 6 abad sebelum Masehi.

Hari Qing Ming 清明節, hari CengBeng dalam dialek HokKian, adalah perayaan dengan kegiatan utama mengunjungi makam keluarga, dapat disaksikan setiap tahun, antara tanggal 4 dan 5 April.

Merayakan CengBeng di hadapan makam.

CengBengKeluarga berkumpul; mereka yang bekerja merantau di kota lain akan menyempatkan diri pulang bergabung, memanfaatkan hari mengenang serta memberi penghormatan bagi orang tua atau anggota keluarga yang telah mendahului berpindah ke alam baka, dihadapan makam, pada hari CengBeng.

Kegiatan hari CengBeng telah sangat lama dijalani masyarakat Tionghoa pada umum nya; tidak terkikis pengaruh zaman, malah menjadi hari libur nasional di Taiwan sejak tahun 1975, dikarenakan membludak warga yang merayakan, termasuk mengunjungi makam mantan kepala negera Chiang KaiSek pada hari tersebut.

Menyusul kemudian di Tiongkok, menjadi hari libur nasional mulai tahun 2008 dan hari raya ketiga bebas biaya kendaraan pribadi melintas jalan tol, setelah hari kemerdekaan dan tahun baru Imlek. Di Singapura dan Malaya, dan kota-kota dimana orang Tionghoa banyak bermukim, terlihat perayaan yang ramai.

CengBeng merupakan perayaan, festival. Walau di lokasi pemakaman, keluarga datang berkunjung tidak dalam suasana duka, tiada isak tangis. Membersihkan nisan makam, memotong ilalang, menebar bunga, menghidangkan sesajian, semua dengan berceria, sambil mengobrol, bermain, seolah-olah yang berada dalam makam berada bersama, di tengah keluarga yang sedang ber-tamasya layaknya.

CengBeng perayaan

Adakah keterhubungan perayaan CengBeng dengan ritual suatu agama? Namun, yang menarik adalah bagaimana mulanya CengBeng, yang kemudian berkembang menjadi kebiasaan bahkan men-tradisi.

Asal mula CengBeng.

Suatu ketika dalam masa spring-autumn di daratan Tiongkok, 6 abad sebelum Masehi, masa pemerintah dynasty Jin, terjadi persaingan antara pangeran dan ibu-ibu mereka untuk menduduki tahta, sedemikian sengit persaingan berakibat terbunuhnya putera mahkota oleh perbuatan licik selir yang berambisi.

Pembunuhan itu difitnahkan kepada urutan kedua pewaris tahta, pangeran Chong Er. Seorang pejabat bernama Jie ZiTui yang menyadari betapa bahaya sedang mengancam keselamatan pangeran Chong Er, dan menolongnya meloloskan diri dari istana.

Chong Er ditemani beberapa pengikut dalam pelarian penuh derita; terjadi suatu saat mereka mengalami kelaparan yang sangat, ZiTui yang setia memotong daging pahanya sendiri untuk dibuatkan sup bagi si pangeran.

Sembilan belas tahun kemudian, setelah selir yang memusuhinya meninggal. Chong Er kembali ke istana dan berhasil merenggut kembali haknya atas tahta dalam tahun 636 sebelum Masehi. Dianugrahinya para pengikut yang telah bersetia dan mendukungnya untuk menduduki singgasana, tetapi terlupakan akan ZiTui.

Patah hati, ZiTui mengasingkan diri dengan membawa ibundanya ke hutan perbukitan. Chong Er yang kemudian teringat akan ZiTui berusaha menemui tanpa pernah berhasil karena ZiTui selalu menghindarinya. Diperintahkanlah oleh Chong Er untuk membakar hutan itu, dengan harapan ZiTui keluar dari persembunyian dan bertemu dengannya.

Api padam setelah menghanguskan seisi hutan, tubuh ZiTui didapati tergolek dibawah sebuah pohon besar dengan tubuh ibundanya berada di punggungnya; ibu dan anak keduanya telah tewas.

Pada hari berikutnya, penduduk mengunjungi makam pejabat setia itu untuk memberi penghormatan. Kunjungan berduyun ke makam itu berulang setiap tahun, setelah raja menetapkan hari itu sebagai hari raya, memperingati JieXiu (“Jie beristirahat”). Begitu diperbuat Chong Er untuk mengobati rasa penyesalannya yang sangat mendalam.

Peringatan JieXiu diadakan setiap tahun, selama tiga hari. Selama peringatan tiada api yang dinyalakan; tiga hari tanpa api untuk memasak dikenal sebagai hari-hari makanan dingin. Dengan angin masih berembus sangat dingin, menyantap makanan dingin dan mentah, tubuh mengigil dihangatkan dengan kesibukan, diantaranya membersihkan dan memugar makam JieTui serta tempat sekitarnya di perbukitan.

Tiga malam pula berjalan gelap tanpa lampu, namun hari peringatan disebut QingMing yang berarti harfiah; 清 = clear (bersih atau cerah) 明 = terang, dikarenakan cuaca pada hari tersebut cerah dengan langit cenderung bersih tiada berawan.

Hari peringatan ditetapkan menurut penanggalan Gregorian (YangLek) agar mendapat keadaan cuaca yang sama, cerah dan terang, dalam setiap tahun, sesuai arti kata 清 明. Penanggalan mana, juga digunakan untuk menetapkan perayaan DongZhi. Peringatan QingMing berpaut 104 hari sesudah perayaan DongZhi.

Kebiasaan membersih dan memugar makam setiap tahun, kemudian diperbuat juga bahkan berangsur pindah kepada makam keluarga. Mengapa tidak lebih dulu makam leluhur, orang tua sendiri, yang dibersihkan dan dipugar setidaknya setahun sekali?

Peringatan di hadapan makam keluarga makin lama makin bertambah ramai-meriah, dengan berbagai sesajian bahkan persembahan korban. Antara sesama warga berada bagai sedang berlomba, berpamer kemewahan di lokasi makam pada hari CengBeng.

Dalam abad 7 Masehi, kaisar XuanZong, dynasty Tang, melihat kemewahan peringatan sebagai pemborosan berlebihan belaka dan mengubah ketetapan menjadi peringatan hanya untuk berlangsung satu hari saja.

Demikianlah dengan CengBeng, satu diantara tradisi Tionghoa selama berpuluh abad. Ada atau tidak keterhubungan dengan agama, namun tiada terpungkiri bahwa kuatnya orang Tionghoa memelihara tradisi merupakan keunikan, yang mewarnai kehidupan di atas bumi ini.