Satu dalam Puluhan Ribu.

Konsistensi mutlak perlu untuk mencapai sesuatu target kerja. Apabila saya meninggalkan tempat sebentar, lalu justru waktu saya pergi peristiwa terjadi, maka semua yang dilakukan kakek, ayah dan saya sendiri, menanti disana puluhan ribu hari akan sia-sia. Saya tidak menghendaki kesia-siaan itu terjadi.”

Suatu peristiwa, terjadi pemberontakan terhadap sebuah kerajaan, oleh penghianatan yang berniat menggulingkan kekuasaan. Besarnya kekuatan mereka, membuat tentara kerajaan kewalahan menahan serbuan dadakan ditengah malam. Waktu jelang subuh, pasukan pemberontak telah mengepung istana dari segala penjuru.

Pengepungan sangat rapat, tiada jalan keluar dari istana untuk menghubungi pasukan yang setia kepada kerajaan. Keadaan sangat genting, pemberontak menggebu dengan brutal, untuk dapat segera menawan raja. Teringat raja kepada jalan penyelamatan, ia segera berlari menuju kamar tidur nya, naik ke atas pembaringan dan menarik seutas tali yang terjulur dari langit-langit kamar.

Penyelamat telah menunggu selama 3 generasi.Pada detik yang sama, dasar pembaringan membuka ke bawah, tubuh raja terjeblos, meluncur turun merosoti kemiringan arah lubang terowongan di bawah tanah, yang licin dan gelap. Tubuh raja terhenti setelah mencapai ujung lain terowongan itu, yang ternyata adalah tepian dari sebuah sungai kecil dengan airnya mengalir tenang.

Sebersit sinar fajar menampakkan seorang tua menanti diatas rakit sederhana sedang terapung di tepi sungai. Melihat kehadiran sesosok tubuh, si orang tua segera bangkit dari duduknya, dengan gerakan tangannya mengundang raja menaiki rakit, lalu dikayuhnya benda terapung itu menjauhi tempat semula.

Beberapa saat berlayar dalam kebisuan, di sungai sunyi, dengan dinding tebing tinggi di kiri kanan, sangat jauh dari segala peradaban. Raja membuka percakapan: “Tempat ini sangat sulit untuk dicapai, dan engkau berada disini? Apakah gerangan yang engkau sedang kerjakan tadi disana?”

“Saya tadi sedang menantikan kedatangan baginda.” Jawab orang tua mendatar, tanpa ekspresi wajah. “Jadi engkau sudah mengetahui akan kedatangan saya hari ini? Adakah engkaupun mengetahui rencana pemberontakan, sehingga engkau berada disini? Dan apakah yang akan engkau perbuat atas diriku?” Beruntun pertanyaan raja yang panik.

Jawab orang tua: “Harap ketahuilah baginda, rencana penyelamatan ini dirancang oleh kakek anda bersama kakek saya. Diusia mudanya, kakek saya adalah kepala pengawal raja, kakek anda. Sebagai tindakan preventif terhadap terjadinya penghianatan, kakek saya setiap saat menunggu di tempat kita bertemu tadi. Penantian terus berlanjut oleh ayah saya, kemudian oleh saya, sebagaimana baginda lihat.”

“Saya adalah penunggu generasi ketiga dari rancangan untuk peristiwa seperti ini. Saya mulai menunggu di tempat tadi sejak ayah saya mulai uzur, dua puluhan tahun silam. Saya mungkin perlu digantikan oleh anak saya dalam beberapa tahun lagi.” Lanjut lagi orang tua.

Termanggu raja sambil melihat peralatan makan sederhana di atas rakit. Bertanya lagi raja: “Engkau tak pernah meninggalkan tempat tadi barang sehari? Bagaimana engkau mendapat makanan?” Jawab si orang tua: “Beberapa hari sekali, isteri atau anak saya, datang ke atas tebing untuk melemparkan bungkusan berisi makanan untuk saya.”

“Tak pernah saya meninggalkan tempat dan kemana pula saya akan pergi dari daerah terpencil ini? Apabila saya meninggalkan tempat barang sebentar saja dan justru pada waktu saya pergi peristiwa penting ini terjadi, maka semua yang telah dilakukan kakek, ayah dan saya sendiri, menunggu selama puluhan ribu hari menjadi sia-sia. Dan saya tidak menghendaki kesia-siaan itu terjadi.” Demikian orang tua menerangkan.

Beberapa jam perjalanan sungai mengikuti arus, rakit tiba di kota lain. Raja mendapati pasukan yang setia kepadanya. Segera pasukan bersiap dan berangkat, menggempur pemberontak yang nyaris menerobos pertahanan pintu istana.

Setelah peristiwa pemberontakan itu, jalan penyelamatan tadi tidak dapat diandalkan lagi; kerahasiaan yang menjadi unsur penting telah terkuak. Dibuatkan lagi rancangan penyelamatan baru. Orang tua itu menjadi generasi terakhir penunggu di jalan lama, ia diangkat menjadi pejabat keamanan istana.

Banyak pesan terkandung dalam kisah kesetiaan ini. Antara lain, mengenai penjagaan atas suatu nilai, bahwa kelalaian atau pengabaian sedikit saja, berakibat kepada luluh lantaknya keseluruhan nilai. Ibarat menara air yang lama dipelihara, seyogyanya dapat memadamkan api disetiap saat dibutuhkan, atau ia merupakan kesia-siaan belaka.

Adakah pembaca budiman melihat pesan lain yang terkandung dalam kisah? Apakah kiranya gerangan pesan itu?