Satu Anak Berbakti, itu Cukup.

“Kalau saja mama mempunyai anak lain, tentu akan ada yang menemani mama sepeninggal Wen Pin.” Jawab ibu kepadanya: “Wen Pin, anakku, untuk orang tua, seorang anak berbakti, itu sudah cukup. Mempunyai selusin anak yang tak berbakti tiada gunanya. Mama mempunyai Wen Pin, seorang anak berbakti.”

Awal tahun 1970, di Hong Kong koloni Inggris, adalah seorang janda dengan anak laki- laki berusia 8 tahun, suaminya meninggal dalam kecelakaan. Ibu muda itu berdagang sayuran untuk menghidupi mereka berdua.

Meski masih kecil Wen Pin, anak itu, telah dapat berprihatin akan kesulitan hidup yang mereka jalani. Setiap subuh membantu ibunya membersihkan sayuran dan menyusun dalam keranjang di atas sepeda, lalu mandi dan berangkat ke sekolah. Bubar sekolah, ia tidak pergi bermain bersama teman; ia ke pasar mendatangi ibunya dan membantu membenahi keranjang kosong keatas sepeda lalu pulang bersama ibunya.

ibundanya Wen PinKehidupan berjalan, Wen Pin pun tumbuh menjadi remaja kuat dan rajin membantu; pekerjaan yang berat diambil alihnya, tidak dibiarkan lagi ibunya berlelah menjalankan dagangan sayur yang bertambah laris, kios tempat mereka berdagang bertambah luas dua kali dari semula.

Kehidupan mereka membaik, ibu beranak disukai sesama pedagang dan langganan, selain karena mereka ramah dan melayani dengan baik, merekapun murah hati.

Di sekolah, Wen Pin adalah seorang murid yang pandai, setiap tahun ibunya diundang ke sekolah menghadiri penerimaan piagam atas prestasi belajarnya. Pada ujian akhir, lulus sekolah dengan angka rapor yang tinggi, ia mendapat bea siswa dari pemerintah kolonial untuk meneruskan kuliah di manca negara.

Perolehan bea siswa adalah kebanggaan setiap pelajar dan orang tua. Namun, Wen Pin sama sekali tidak berminat pergi meninggalkan ibunya seorang diri. Setelah bersusah payah ibunya membujuk, dengan berat hati berangkat ia ke Amerika Serikat, satu dari antara negara pilihan dalam program bea siswa itu.

Telah lebih setahun dirantau, surat menyurat dan sesekali pembicaraan telpon singkat menjadi pembuluh rindu ibu dan anak. Hingga suatu hari Wen Pin merasa sakit kepala yang amat sangat dan membuatnya jatuh pingsan.

Oleh asrama ia dibawa kerumah sakit, diagnosa dokter disampaikan langsung kepada Wen Pin dikarenakan tiadanya wali; ia dinyatakan mengidap kanker otak pada stadium tinggi.

Berhari-hari ia merenung, bersedih, bukan karena penyakitnya melainkan memikirkan akan ibunya; dengan siapa akan hidup bila tiba saatnya ia pergi, sebelum kemudian ia menelpon ibunya prihal penyakit yang diterita.
Percakapan diselingi sedu sedan ibu beranak, dan Wen Pin sempat menyanyikan lagu (semacam lagu kasih ibu) ditengah isaknya.

Selesai dengan nyanyian tadi, Wen Pin berkata:
“Mama . . . . . , mama, kalau saja mama mempunyai anak lain, tentulah akan ada yang menemani mama sepeninggal Wen Pin, sayangnya mama hanya mempunyai seorang anak.”

Ibu yang mulai menguasai perasaan menjawab: “Wen Pin, anakku, ketahuilah bahwa bagi orang tua, seorang anak berbakti, itu sudah cukup. Mempunyai selusin anak yang tidak berbakti tiada gunanya. Mama mempunyai Wen Pin, anak yang berbakti.”

Ibunya mendapatkan bantuan biaya transport, berkunjung ke Amerika Serikat, sempat bertemu Wen Pin di rumah sakit menjelang saat-saat terakhir. Wen Pin di kremasi, dan ibunya membawa pulang abu nya ke Hong Kong.
Kisah nyata ini diangkat ke film beberapa tahun berikutnya.

Bagi orang tua, mempunyai seorang anak berbakti itu sudah cukup.
Mempunyai selusin anak yang tidak berbakti tiada gunanya.

Adakah yang melebihi kebenaran pernyataan ini?