Pertalian Keluarga Tionghoa.

Dari antara keunikan budaya Tionghoa adalah cara memanggil antar anggota keluarga, yang memetakan hubungan keluarga. Kini upacara pernikahan tradisional kembali ramai dijalani, hal menggembirakan bagi pelestarian budaya, dan bagi pasangan itu sendiri, merupakan kenangan manis selama hidup.

Setiap suku, setiap bangsa, mempunyai budayanya sendiri; mulai dari bahasa, pakaian, memasak, mempersiapkan hidangan, dan lain-lain. Melestarikan budaya adalah wujud penghargaan kepada leluhur tanpa harus bertentangan dengan iman agama, ataupun menjadikannya pemicu diskriminasi.

Panggilan antar anggota keluarga Tionghoa.

Keunikan budaya menjadikan warna warni kehidupan dan memperindah kesemarakan peradaban manusia. Diantara yang terkenal adalah kebudayaan Tionghoa berasal dari daratan Tiongkok, kebudayaan yang termasuk tertua di dunia.

Pernikahan tradisi
Upacara tradisi pernikahan kembali ramai diadakan. Insert diadakan tahun 2009.

Satu diantara keunikan budaya bangsa berpenduduk terbanyak di dunia, adalah cara memanggil satu kepada yang lain, antar sesama anggota keluarga.
Dengan mendengar sebutan panggilannya, orang luar keluargapun dapat mengetahui seketika itu, hubungan dan status masing-masing dalam keluarga.

Panggilan kepada laki-laki generasi diatas-nya dengan sebutan ‘Pek’, itu adalah kakak laki-laki dari ayah. Sedangkan adik laki-laki dari ayah dipanggil dengan ‘Cek’.
Lebih spesifik ditambahkan angka di muka panggilan, yaitu; Toa-pek (kakak tertua laki-laki dari ayah), Jie-pek (kakak kedua laki-laki dari ayah), Sha-pek (kakak ketiga), begitu seterusnya.

Pola yang sama untuk adik laki-laki dari ayah; Jie-cek (adik laki-laki pertama dari ayah), Sha-cek (adik dari Jie-cek), Shi-cek, dan seterusnya. Sedangkan untuk isteri dari kakak ayah dengan sebutan ‘Em’, dan isteri dari adik ayah disebut ‘Cim’.

Kakak perempuan dari ayah, dipanggil dengan Toa-kho, Jie-kho, Sha-kho, dan seterus nya. Adik perempuan dari ayah dengan panggilan O’o seperti Jie’o, Sha-o, Shi’o. Suami mereka semua dipanggil dengan ‘Kho-Thio’.

Dari sisi ibu, saudara perempuan disapa dengan Ie’Ie, dengan diberi urutannya. Suami Ie’ie disapa dengan panggilan ‘Ie-thio’. Saudara laki-laki dari ibu dengan ‘Ku’, dan isteri nya disapa dengan ‘Kim’.

Yang agak rumit, karena ketiadaan regulasi, antara hubungan in law (ipar, mertua dan menantu). Memanggil kakak ipar perempuan dengan ‘So’, kakak ipar laki-laki dengan ‘Cie-hu’. Adik ipar perempuan dipanggil dengan ‘Te-hu’, dan adik ipar laki-laki dengan ‘Mei-hu’. Semua menantu mengikuti bagaimana anak mereka menyapa.

Dua laki-laki se-generasi yang saling memanggil dengan kata Ie-thio, dapat dipastikan bahwa mereka ber-ipar; isteri mereka adalah kakak-beradik. Lebih spesifik, ditambah angka di muka kata Ie-thio, seperti pada contoh diatas.

Upacara tehMenantu perempuan menyebut mertua laki-lakinya dengan ‘CiaKong’, dan mertua perempuan dengan ‘CiaNio’.
Menantu laki-laki menyebut mertua laki-laki ‘GakFu’ dan ke pada mertua perempuan dengan ‘Gakbu’.
Penerapan panggil memanggil menurut tradisi dimulai sejak hari pernikahan, diperdengarkan kali pertama pada upacara teh pernikahan yang disebut ‘teh-pay’.

Upacara ‘teh-pay’ adalah persembahan minum teh oleh kedua mempelai kepada para orang tua atau orang yang dituakan. Sebagai imbalan,  siapa yang meminum teh akan menghadiahkan sesuatu, berwujud ang-pao, atau perhiasan yang langsung dikenakan oleh yang memberi, kepada mempelai. Teh persembahan bukanlah teh yang murah. 🙂

Cara memanggil masih menjangkau keluarga di luar keluarga induk. Sebagai penganut garis keturunan bapak, antara sepupu bersamaan nama keluarga menyebut ‘cin-tong’, yang berarti kedua bapak mereka bersaudara kandung. Sedangkan sepupu berlainan nama keluarga, disebut saudara ‘piauw’.

Masyarakat Tionghoa menjunjung tinggi nama keluarga, merupakan nilai kehormatan. Kekeliruan memanggil atau menulis nama masih ditolerir, tetapi kekeliruan pada nama keluarga adalah sangat tidak popular dan dianggap sebagai kurang menghormati.

Adalah unik budaya memanggil antar keluarga Tionghoa. Sangat disayangkan apabila generasi penerus kurang teguh menjaga kelestarian yang mencerminkan kebanggaan, membiarkannya tercampur, dan terkikis budaya lain; seperti menyapa paman dan bibi dengan sebutan oom dan tante layaknya memanggil orang yang baru dikenal.

Pembaca budiman, sekiranya ada yang dapat ditambahkan mengenai istilah panggilan antar keluarga Tionghoa dimaksud, sudilah memberinya dalam kolom komentar, demi pelengkapan dan pelurusan kebudayaan. Terima kasih.

Kutiban sebutan dalam artikel ini menuruti pelafalan dalam dialek Hok-Kian. Pelafalan sebutan panggilan berbeda dalam dialek yang lain.

Tambahan.
Akhir-akhir ini mulai kembali pasangan menjalani pernikahan dengan cara tradisional, seperti gambar insert diatas diadakan tahun 2009. Sesuatu hal yang menggembirakan bagi pelestarian budaya, juga bagi mempelai sendiri mengingat upacara tersebut akan menjadi kenangan manis selama hidup