Pemilu; Memilih Siapa?

Pemilu ibarat membeli kucing dalam karung? Terlepas kucing garong atau kucing yang takut terhadap tikus yang ada dalam karung, mungkin menggolongkan para tokoh yang kebelet untuk dipilih, akan memudahkan menentukan pilihan. Siapa sajakah tokoh dalam setiap golongan itu?

Beberapa waktu lalu, seorang WNI yang tinggal di Belanda ditanya mengenai akan ikut serta nya memilih pada pemilu mendatang. Jawabnya ringan: “Mau memilih siapa? Kita belum tahu mana yang bukan pembohong, mana yang bukan penipu, mana pula yang bukan pembual.”

Jawab itu sangat beralasan, melihat ramainya teriakan kampanye:
Tokoh A meng-klaim sebagai paling mengetahui cara mensejahterakan petani, tokoh B meng-klaim mengetahui bagaimana membuat negara ber-swasembada pangan, tokoh yang lain mengetahui cara mengikis KKN, tokoh lain mengerti cara menjadikan negara sebagai macan di Asia, dan lain-lain, dan sebagainya.

PemiluApakah para tokoh itu benar mengetahui? Apakah yang sedang berkampanye sendiri mengerti apa yang sedang diteriakkan?
Dan yang lebih penting untuk kita ketahui seberapa besar kemauan, keberanian dan kejujuran untuk mengemban amanah atau me-realisasi-kan teriakan itu.

Hampir semua teriakan itu, sudah pernah diperdengarkan para pendahulu, dan yang lebih terdahulu lagi. Teriakan mereka tidak kalah  lantang diwaktu sebelumnya, hingga kemudian satu persatu berurusan dengan KPK. Mungkin seperti dikata orang banyak, bahwa soal memilih wakil rakyat, pemimpin negara, ataupun pejabat pelaksana ibarat membeli kucing dalam karung.

Tetapi, terlepas kucing garong atau kucing yang takut terhadap tikus yang ada didalam karung, ada baiknya melihat penggolongan para tokoh yang kebelet menunggu dipilih sebagai anggota parlemen atau pejabat negara lainnya, seperti dibawah ini.

Penggolongan tokoh.

Berdasarkan asal profesi, para tokoh dapat dikumpulkan dalam beberapa golongan.

1. Golongan veteran pasif.
Dalam golongan ini terdapat tokoh-tokoh yang pernah berkiprah dimasa lalu, dengan jabatan dalam pemerintahan pusat/daerah, kemiliteran atau parlemen. Setelah lewat masa jabatannya, tidak ada kegiatan sehubungan dengan kehidupan masyarakat.

Kemana saja tokoh ini selama beberapa waktu? Yang terdengar adalah kesibukannya membina partai; menggalang dana dan team kampanye. Perhatiannya fokus kepada pemilu, menanti waktu untuk ikut sebagai calon dalam pemilihan.
Golongan ini seolah-olah berpandangan bahwa kesempatan untuk ber dedikasi hanya bisa dilakukan kalau sedang resmi menjabat saja.

Untuk memilih tokoh golongan ini, baik melihat prestasinya sewaktu aktif dimasa lalu. Sekiranya didapati prestasi yang gemilang, tentu pantas mendapat kepercayaan, agar mendapat kesempatan mengulang prestasi dimasa lalu.

Sebaliknya, apabila prestasi masa lalunya biasa-biasa saja, hanya memelihara apa yang telah berjalan. Maka sebaiknya kesempatan diberikan untuk tokoh lain yang lebih ber- semangat, selagi negara membutuhkan wakil rakyat dan pemimpin yang membangun.

2. Golongan veteran aktif.
Adalah juga kumpulan tokoh pejabat masa lalu, seperti golongan 1 diatas. Namun, di dalam masa pasca jabatannya, tokoh ini aktif dalam organisasi sosial, atau organisasi lain sebagai bakti kepada orang banyak.

Tokoh dalam golongan ini adalah tokoh yang tetap bersemangat mengabdi, meskipun tidak lagi menjabat sebagai penyelenggara negara. Tokoh seperti ini dapat diandalkan dan diharapkan pengabdiannya kepada masyarakat, bagi negara.

Walau prestasi tokoh golongan ini dimasa lalu menjabat tidak terlalu cemerlang (juga tiada cacat) ia pantas diberi kesempatan lagi. Ketekunan berbakti adalah sesuatu yang langka dan selalu membuka kemungkinan membuahkan hasil yang memuaskan.

3. Golongan sedang menjabat.
Untuk melihat kredibilitas tokoh yang masih menjabat tentulah lebih mudah lagi. Baik dalam bidang legislatif juga executive, tanpa perlu mengingat-ingat, kita dapat melihat cara, gaya bekerja, gaya kepemimpinan, orientasi, prestasi, reputasi, dan sebagainya.

Cukup atau tidaknya parlemen periode terakhir berfungsi, itulah prestasi mereka yang sedang duduk didalamnya. Dalam hal, parlemen tidak mencapai target fungsi legislatif nya, memilih mereka kembali untuk ber posisi dalam parlemen adalah tidak bijaksana. Walau nama mereka terdaftar sebagai nominee (calon) papan atas dalam partainya.

Betapapun pintar mereka berbicara, mereka tidak patut diberi kesempatan lagi. Pandai nya mereka berkilah hanya menguatkan pendapat bahwasanya pemilihan atas mereka diwaktu lalu adalah suatu kesalahan yang tidak perlu terulang.

4. Golongan pengusaha.
Ada banyak pengusaha yang terbukti menjalankan peran dengan baik dalam parlemen posisi eksekutif. Pengalaman dan wawasan sebagai pengusaha, adalah modal penting membangun perekonomian negara.

Pertimbangan sebelum menjatuhkan pilihan kepada tokoh golongan ini adalah dengan melihat tindak tanduknya sebagai pengusaha.
Seorang pengusaha dapat diharapkan kehandalannya sebagai penyelenggara negara, diantaranya adalah pengusaha yang taat kepada kewajiban pajak, tidak ber-orientasi mengejar keuntungan semata, bertanggung jawab terhadap keadaan lingkungan dan memperhatikan kepentingan orang banyak.

Tetapi, pengusaha yang menggunakan materi, menggunakan kekuatan keuangan yang ada padanya, untuk memuluskan jalan menuju nominasi pemilu, sebaiknyalah ia tidak dipertimbangkan untuk dipilih. Pengusaha seperti ini, betapapun kuat keuangannya, ia akan cenderung mencari jalan mengambil kembali apa yang telah dibayarnya.

5. Golongan artis.
Adalah para artis, penyanyi, pemain film dan sebagainya, yang berminat terlibat dalam kegiatan kenegaraan. Ada beberapa artis di beberapa negara yang berprestasi sangat baik dalam posisi legislatif dan top executive. Artis yang semula awam dengan urusan kenegaraan, ternyata dapat menunjukkan prestasi yang tidak kalah baiknya dari pada politisi kawakan.

Biasanya (tidak semua) artis berniat alih profesi, karena bintangnya sedang memasuki masa redup. Sisa ketenaran di masa lalu digunakan sebagai kemudahan untuk dipilih sedang ia sendiri (mungkin) tidak mengerti sama sekali mengenai politik.

Hal yang mengkuatirkan pada artis adalah gaya hidupnya yang berseberangan dengan keteladanan sebagai anggota legislatif atau executive. Dan artis yang terbiasa dengan gelimangnya gemerlap bintang, atau terbiasa kawin cerai, tentu juga sulit diharapkan prestasinya dalam menata kelangsungan ber negara.

Hal lain yang didapat pada artis adalah kesulitan mereka meninggalkan dunia ke-artis- annya. Artis yang menampakan gejala akan ber-profesi ganda sebaiknya dibiarkan saja dengan profesi lamanya, sebagai artis.

6. Golongan religious.
Golongan yang tidak kalah pentingnya adalah para tokoh agama. Pembangunan moral masyarakat pasti sangat membutuhkan penyuluhan kerohanian dan keteladanan dari tokoh pemuka agama.

Akan tetapi, pemilih menghadapi kesulitan, mengenali mana pribadi tokoh yang benar religious diantara sekian banyak yang menggunakan agama sebagai pemanis profil nya belaka. Yang ternyata dibalik penampilan phisik dan gelar keagamaan, didapati pribadi dengan perbuatan tidak terpuji, menggunakan agama sebagai alat, agar lebih mudah dirinya dimaafkan orang atas kesalahan dan penyelewengannya.

Di negara ini tidak sedikit tokoh agama yang arif ber-iman secara utuh, melihat negara sekuler dengan penduduk menempati urutan atas dunia sebagai suatu realita untuk di bangun khususnya secara moral. Tokoh agama bijaksana tentu sangat pantas sebagai perwakilan dalam parlemen maupun kepresidenan.

Sayangnya, tokoh agama yang arif, bukanlah orang yang senang berbangga diri, bukan orang yang tertarik untuk menonjolkan diri, sesuai dengan penjiwaan ke-iman-annya. Tokoh ini tidak suka berteriak mengemukakan pengetahuannya yang luas dan dalam, sehingga kurang dikenal oleh pemilih yang justru mendambakan kehadirannya dalam bernegara.

7. Tokoh muda, pendatang baru.
Tokoh muda atau pendatang, politisi atau karir, masih memerlukan waktu agar dikenal untuk diketahui, selain identitas, yang terlebih penting adalah karakter pribadi- nya.

Karena ada sangat banyak orang, yang tidak tergolong sangat pintar sekalipun, dapat mengatakan apa kekurangan pada penyelenggaraan negara, selama ini. Tetapi untuk menyelesaikan persoalan diperlukan lebih dari pada sekedar mengetahui, diperlukan pribadi ber moral dalam pengertian yang luas.

Membaca isi kampanye.

Walau kita familiar dengan hampir semua jargon yang diteriakkan, tetapi menarik juga untuk meng analisis bagaimana dan apa yang disusun team kampanye untuk disampai kan kepada masyarakat pemilih.

Beberapa partai menyampaikan secara jelas visi dan misi partai, yang memperlihatkan team work para anggota partai. Selain menunjukkan, bahwa partai yang dimaksudkan, didukung oleh team juru kampanye yang sudah berpengalaman menyusun pesan.

Beberapa partai lain mencoba merangkul masyarakat dengan bakti sosial melalui kerja para kader memberi penyuluhan, bantuan kesehatan, atau kerja bakti membersihkan dan memperindah sarana umum pada daerah sasaran.

Ada team kampanye yang sangat menonjolkan pemimpin partainya, menonjolkan apa yang dianggap sangat diketahui oleh pemimpin partainya sehingga pantas menduduki posisi kepresidenan. Kultus individu sangat jelas ter-refleksi.

Tidak sedikit kader partai secara individu melakukan pendekatan kepada masyarakat di daerah pemilihannya, menyampaikan empathy, sesuatu yang tak pernah diperbuat diwaktu sebelumnya. Menyampaikan janji-janji, bahkan membagikan uang.

Tidak ada larangan pemilih untuk menerima uang, tidak juga dianjurkan menerimanya. Bagi yang kebetulan sedang membutuhkan uang, boleh-boleh saja menerima uangnya tanpa harus memilihnya, agar menjadikan pembelajaran bagi kader tersebut.
Kader yang menggunakan uang agar terpilih, ia tidak akan pernah menjadi wakil rakyat yang dapat diandalkan.

Mengikuti suara kampanye, kita dapat menilai mana janji yang realistis dan mana janji bualan omong kosong.
Seperti kata orang bijak; bahwasanya pembohong terbesar adalah mereka yang selalu berbicara mengenai kelebihan diri sendiri.
_________________________________________
Siapa sajakah kiranya tokoh-tokoh dalam setiap golongan diatas?
Sekiranya ada yang pembaca budiman merasa perlu tambahkan, antara lain mengenai penggolongan tokoh yang belum tercakup dalam artikel ini, silahkan mengusulkannya.