Kisah Sam Kok 13

Cao Cao telah berhasil menguasai timur laut daratan Tiongkok dan membasmi pemberontak. Li Jue dan Guo Si menganugrah nya gelar jenderal dan bangsawan tanpa berkonsultasi dengan kaisar. Pejabat Yang Biao ditugaskan kaisar melaksana rencana memecah belah komplotan dua orang berse-wenang itu, lalu memanggil Cao Cao mengenyahkan mereka dari sana.

Xun Yu menanggapi, dengan saran agar menyerang pemberontak ‘ikat kepala kuning’ di daerah ChenCheng, RuNan dan YingChuan. Dengan demikian akan tercatat sebagai jasa, bagi istana dan rakyat, pada saat yang sama merebut pangan untuk perbekalan pasukan.

Mendapat dua burung dengan sekali lemparan.

Pasukan Cao Cao bergerakSaran mana diterima Cao Cao dengan baik dan diperintahnya pasukan segera bersiap untuk berangkat, sedang XiaHou Dun dan Cao Ren tinggal menjaga JuanCheng.

Pasukan pemberontak di ChenCheng dan RuNan berjumlah besar, tetapi mereka tak terlatih dan tidak disiplin. Tanpa kesulitan yang berarti, pasukan Cao Cao menumpas mereka dan merebut banyak perbekalan.

Adapun dalam peperangan di RuNan, Dian Wei bertempur melawan seorang tangguh, pemimpin sebuah keluarga besar berjumlah seratusan orang yang sedang melakukan perlawanan terhadap pemberontak. Mereka bertempur berjam-jam, dengan selingan beberapa kali istirahat. Mendengar itu, Cao Cao datang menyaksikan dan memerintah pengunduran pasukan.

Keesokan hari kembali Dian Wei mencarinya untuk menantang bertempur, tanpa rasa segan ia muncul untuk melayani. Bertempur beberapa jurus Dian Wei mengundurkan diri. Lawannya mengejar, untuk kemudian ia terperosok masuk ke dalam lubang yang telah dipersiapkan untuk menangkapnya. Ia ditawan dan dibawa menghadap Cao Cao di tendanya.

Setelah tentara meninggalkannya disana, Cao Cao sendiri melepaskan temali pengikat tubuhnya dan memberinya pakaian. Ia mulai berbincang dengan memperkenalkan diri sebagai bernama Xu Chu, berasal dari Qiao. “Saya sangat berkeinginan!” Begitu jawab Xu Chu, ketika ditanyakan pendapat untuk bergabung. Sejak saat itu, Xu Chu bersama ratusan kaum keluarganya termasuk di dalam pasukan Cao Cao. Kepadanya diberikan pangkat jenderal dan beberapa hadiah.

Kembali menghadapi Lu Bu.

Setelah menguasai tiga daerah itu, Cao Cao membawa pasukan kembali ke JuanCheng. Dalam penyambutan, XiaHou Dun dan Cao Ren menyampaikan mengenai kekosongan penjagaan kota YanZhou karena Xue Lan dan Li Fang, kedua jenderal Lu Bu itu sedang memimpin pasukan merampasi bahan pangan dari daerah sekitarnya.

Tanpa membuang waktu Cao Cao membawa pasukan bertindak. Mencegat Li Fang dan Xue Lan yang sedang tidak bersiap. Xu Chu membuat jasa pertama, menghabisi Li Fang dalam beberapa jurus dan Xue Lan tewas oleh anak panah yang dilepas Lu Qian. Kocar-kacirlah pertahanan kota YanZhou dan jatuh ke dalam penguasaan Cao Cao.

Atas usul Xun Yu, selanjutnya Cao Cao mengerahkan pasukan menuju PuYang; dengan Dian Wei dan Xun Chu bersama pasukan perintis, XiaHou Dun dan XiaHou Yuan untuk pasukan sayap kiri, Li Dian dan Wei Jing untuk sayap kanan, Yu Jin dan Lu Qian dengan pasukan pendukung dibelakang. Cao Cao sendiri memimpin pasukan induk di tengah.

Menyambut kedatangan mereka, Lu Bu segera keluar menyerang tanpa menghiraukan saran penasihatnya agar menunggu sampai kembalinya pasukan yang sedang mencari perbekalan, dengan demikian menambah kekuatan pasukan.

Lu Bu berpapasan dengan Xu Chu, pertempuran tak terelakkan berjalan puluhan jurus. Menyadari akan ketangguhan lawan, Cao Cao memerintah Dian Wei maju membantu, tetapi pertempuran tetap berjalan seimbang.

Lu Bu dikeroyok berenamKetika XiaHou Dun dan XiaHou Yuan tiba, mereka segera diperintah maju membantu menghadapi Lu Bu. Begitu pula, menyusul kemudian dengan Li Dian dan Wei Jing.
Menghadapi enam lawan maju bersamaan mengeroyok, Lu Bu terpaksa memecahkan kepungan untuk menarik mundur pasukan kembali ke dalam kota.

Namun, Lu Bu dan pasukan tidak diperkenankan kembali memasuki kota itu. Jembatan gantung terangkat, gerbang kota tertutup rapat, atas perintah keluarga pedagang Tian, setelah mereka mengetahui Lu Bu menderita kekalahan.
Betapa menyakitkan mendengar anggota keluarga Tian memaklumkan, bahwa mereka telah berpaling darinya, untuk berpihak kepada Cao Cao.
Di waktu sebelumnya, keluarga Tian membantu siasat Lu Bu, memperangkap Cao Cao.

Terpaksa Lu Bu membawa pasukan menjauh dari tempat itu. Chen Cong bergegas pula keluar melalui gerbang timur kota, untuk menyelamatkan diri bersama keluarga Lu Bu. Mereka berkumpul di Ding Tao untuk bergabung dengan Zhang Miao dan Zhang Chao, lalu menugaskan Gao Shun dan beberapa perwira memimpin mencari perbekalan.

Jatuhlah PuYang kedalam penguasaan Cao Cao. Untuk jasa keluarga Tian itu, Cao Cao memaafkan perbuatan mereka dimasa lalu.
Setelah menempatkan Liu Ye untuk menjaga PuYang, Cao Cao memimpin pengejaran menuju DingTao. Pasukannya mendirikan perkemahan sejarak belasan kilometer dari kota itu, untuk terlebih dulu memotong tanaman gandum, yang tengah siap panen di lahan sekitarnya.

Mendengar laporan lawan sedang memanen, Lu Bu keluar untuk menggempur. Tetapi dilihatnya perkemahan lawan berdekatan dengan hutan pepohonan yang lebat. Kuatir kalau-kalau disana bersembunyi pasukan penyergap, Lu Bu menarik mundur pasukan.

Gerak-gerik serta pikiran Lu Bu terbaca oleh Cao Cao; diperintahnya memasang panji-panji di dalam hutan sebagai provokasi agar lawan memusnahkannya. Sementara itu, disisi lain hampir seluruh kekuatan pasukan ditempatkan tersembunyi dalam tanggul kering di balik perkemahan, untuk mencegat jalan mundur lawan. Kekosongan dalam perkemahan disesatkan dengan pemandangan para petani, yang dikumpulkan untuk berlalu-lalang bekerja.

Keesokan hari, Lu Bu bersama pasukan, dengan jerami dan bahan pembakar menuju ke hutan itu, meski Chen Gong telah berusaha mencegah, mengingat Cao Cao seorang licik yang banyak tipu muslihat.
Melihat banyaknya panji pasukan Lu Bu segera mulai membakar hutan. Beberapa saat tiada terlihat reaksi, lalu terdengar bunyi genderang ditabu, diikuti keluarnya pasukan kecil dari perkemahan.

Dalam keraguan atas apa yang sedang terjadi, Lu Bu mendekat ke perkemahan untuk memeriksa. Dan terdengarlah suara ledakan, bermunculanlah pasukan yang dipimpin XiaHou Dun, XiaHou Yuan, Dian Wei, Xu Chu, Li Dian dan Yue Jing, dengan berserentak mengepung Lu Bu dan pasukannya.

Pasukan Lu Bu tergempur hebat, seorang jenderalnya bernama Cheng Lian terbunuh dan kehilangan duapertiga dari kekuatan pasukan. Lu Bu dan sisa pasukan melarikan diri dari daerah itu. Mendengar itu, Cheng Gong dan Gao Shun segera meninggalkan kota, dengan membawa keluarga Lu Bu dalam perlindungannya.

Zhang Chao membunuh diri, Zhang Miao pergi untuk bergabung dengan Yuan Shu.
Tanpa menemui kesulitan pasukan Cao Cao merebut kota DingTao. Dengan demikian, timur laut daratan Tiongkok telah berada dalam penguasaan Cao Cao. Dikukuhkannya kekuasaan dengan meningkatkan kekuatan militer dan membasmi habis pemberontak ‘ikat kepala kuning’, guna mendatangkan ketenangan hidup rakyat disana.

Perpecahan antara Li Jue dan Guo Si.

Cao Cao menyampaikan laporan prestasinya ke istana. Li Jue dan Guo Si, yang merasa diuntungkan dengan habisnya kekuatan pemberontak, menganugerah Cao Cao gelar jenderal pengokoh kebaikan dan gelar kebangsawanan, serta menghadiahkan banyak benda berharga kepadanya, tanpa ber-konsultasi terlebih dulu dengan kaisar Hian. Ini terjadi dalam tahun 195 Masehi.

Kaisar XianLi Jue dan Guo Si memegang kendali istana seakan-akan merekalah yang memerintah. Li Jue mengangkat dirinya sebagai menteri pertama, dengan Guo Si menjadi panglima besar. Mereka bertindak sekehendak hati, tanpa seorang berani menegur mereka.
Lihat Kisah Sam Kok 9.

Pada suatu kesempatan tersendiri, dengan kaisar Hian dan menteri keuangan, pejabat pelindung istana, Yang Biao, menyarankan siasat melemahkan kekompakan kekuatan antara Li Jue dan Guo Si, kemudian memanggil Cao Cao membawa kekuatannya untuk mengenyahkan mereka.

Sambil menangis, kaisar berkata: “Telah cukup saya direndahkan dua orang celaka itu, akan tetapi bagaimanakah pelaksanaan rencana pengenyahan mereka?”
Yang Biao menerangkan rencana memanfaatkan watak cemburu nyonya Qiong, isteri Guo Si untuk membangkitkan permusuhan antara Guo Si dan Li Jue. Rencana disetujui kaisar, untuk dilaksanakan Yang Biao secara sangat rahasia.

Setelah menemui alasan, Nyonya Kai, isteri Yang Biao, menyambangi nyonya Qiong. Di tengah perbincangan nyonya Kai berkata: “Ada dibicarakan orang mengenai hubungan mesra antara suami anda dan isteri menteri Li Jue. Apa yang akan terjadi kalau menteri Li Jue mengetahuinya, jadi sebaiknya lakukanlah sesuatu untuk mencegahnya.”

“Pantas ia sering tidak pulang tidur di malam hari, ternyata itu yang terjadi. Saya harus menghentikan hal memalukan ini!” nyonya Qiong menanggapi dan menyatakan terima kasih untuk informasi itu.

Pada suatu sore, ketika Guo Si berniat pergi makan malam ke kediaman Li Jue, nyonya Qiong mencegahnya dengan berkata: “Li Jue seorang yang sulit diduga dan dua orang gagah seperti kalian susah berdampingan. Jika ia membahayakan engkau, bagaimana dengan saya ini?” Guo Si mengurungkan niat, kendati ia tidak mempercayai kekuatiran isterinya.

Karena Guo Si tak datang memenuhi undangan, Li Jue mengirim orang membawakan makanan untuknya. Diam-diam, nyonya Qiong menabur racun dalam makanan lezat itu. Melihat makanan telah dihidangkan, Guo Si hendak menyantapnya. Isterinya lekas berkata: “Adalah bijaksana mewaspadai makanan yang dibawakan orang.”

Disuruhnya gadis pelayan membawa seekor anjing untuk mencobakan makanan lebih dulu. Tak lama setelah memakannya, anjing itu melompat-lompat sambil meraung lalu terkulai dan mati. Sejak saat itu Goa Si meragukan itikad Li Jue, walau tetap ia bersikap sebagaimana biasanya.

Hingga suatu hari, Guo Si tidak dapat menepis desakan Li Jue yang mengundang untuk menjamunya. Sepulang dari sana ia mendapat sakit perut, yang dimungkinkan terjadi karena banyak menenggak anggur. Isterinya memberi obat, membuatnya memuntah isi perut, lalu diyakinkannya suami bahwa ia telah diracun.

Bangkit marah Guo Si terhadap Li Jue: “Selama ini kami melakukan segalanya bersama saling menolong. Sekarang ia hendak menganiaya aku sungguh aku harus mendahului sebelum menjadi korban keculasan.”

Bersambung . . .