Yang Mana, Garam Dunia?

Perkembangan dari masa ke masa menggeser pengertian atas nilai garam. Dalam masa tertentu garam merupakan pengawet makanan, pelindung luka bahkan menjadi alat pembayar upah. Pengertian garam manakah dimaksud di dalam ajaran Kristus? Karena Kristus menekankan nilai garam atas rasanya (asin) dan bahwa garam dapat menjadi tawar . . .

Ketika dalam khotbah atau dalam tulisan ditemui kata ‘Garam’ sebenarnya garam yang dalam masa yang manakah yang dimaksud? Perkembangan budaya dari masa ke masa membawa pergeseran pengertian mengenai simbol garam, diberbagai tempat di bumi. Pergeseran nilai garam juga terdapat antara masa perjanjian lama dan masa perjanjian baru.

Nilai garam di beberapa tempat.

Zaman dahulu kala, garam pernah bernilai sangat tinggi. Garam yang diperoleh dari air laut yang dikeringkan bahkan pernah menjadi alat pembayar sebagaimana uang; upah pekerja dibayar dengan garam. Dalam masa itulah dimulainya penggunaan kata salary dalam bahasa Inggris yang berarti gaji, yang dikembangkan dari kata salt (garam).

Mineral ini bernilai demikian karena peran pentingnya bagi kehidupan manusia, yang dikonsumsi karena fungsinya bukan hanya sekedar pemberi rasa makanan, fungsi nya yang utama adalah sebagai penyeimbang electrolyte cairan dalam tubuh.

Selain itu, sejak zaman dulu garam dikenali fungsinya sebagai pelindung luka terhadap kemungkinan terjadinya infeksi (berfungsi sebagai disinfectant, dan bahan pengawet; bahwa jasad renik (pembusuk dan sebagai nya) tidak dapat hidup dalam larutan garam pekat.

Demikian popular garam, yang berumus kimia NaCl (Natrium-Chlorida), dalam sejarah kehidupan manusia sebagai simbol pengungkap hal positip, setiap tempat mempunyai pengertian sendiri mengenai simbol garam.

Simbol garam dalam masa perjanjian lama.

Di Palestina, Israel dan sekitarnya, dalam masa itu, garampun dijadikan alat pembayar, pengupah, dan sebagai bekal kehidupan yang penting, sebagaimana disinggung dalam Ezr 6:9.
Disana, bayi yang baru lahir dibersihkan dengan air larutan garam, merupakan simbol pengharapan agar bayi tumbuh menjadi orang jujur serta bersetia kepada lingkungan.
Yeh16:4.

Sedangkan di padang pasir, yang jauh dari laut, dimana simbol garam mempunyai nilai sama dan dipegang dengan kuat, bayi-bayi disana dimandikan dengan air kencing unta yang mungkin terasakan sama asin(?), sebagai pengganti ketiadaan larutan garam.

Garam juga merupakan simbol nilai ikrar. Suatu ikatan dinyatakan dalam ikrar-garam, pernyataan yang dilakukan dengan memakan garam adalah ikatan yang tidak dapat di batalkan dan berlaku seterusnya.  Orang dianjurkan mati, atau memilih kematian, dari pada melanggar ikrar-garam, yang biasa dinyatakan atas ikatan pernikahan atau ikatan persahabatan dan sebagainya. Hukuman mati dapat dikenakan atas pelanggaran ikrar-garam.

Kata garam dalam bahasa Arab juga berarti kebersatuan, kata perjanjian; garam, juga berarti kekompakan atau perjanjian. Masih ada kepercayaan (ataukah tahayul?) bahwa jikalau mereka pernah sekali saja makan (dalam makanan terkandung garam) bersama seorang di tempat tinggal mereka, maka mereka wajib menjaga keamanannya selama ia berada disana, sekalipun ia adalah musuh besar mereka.

Namun tidak dapat dilupakan, bahwa garam juga pernah merupakan wujud hukuman, sebagaimana yang telah terjadi atas diri isteri Lot, karena yang bersangkutan menoleh ke belakang dalam penyelamatan diri, diwaktu pemusnahan Sodom dan Gomorah. Kej19:26.

Pengertian garam dalam ajaran Kristus.

Secara umum dalam segala masa, garam adalah simbol kedamaian atau persahabatan dan dapat diartikan pula sebagai sikap arif-bijaksana. Akan tetapi, ada pengertian yang khusus mengenai garam di dalam Injil Kristus.

Dalam pengajaran Kristus terlihat penekanan nilai garam adalah karena rasanya (asin). Yesus mempertanyakan bilamana garam menjadi tawar. Kita memahami bahwa garam tak pernah berkurang rasa asinnya apalagi menjadi tawar, kecuali bila telah tercampur unsur lain, makin banyak unsur lain ditambahkan, makin berkurang rasa asin. Kiranya apa yang dimaksud Kristus dengan garam adalah nilai kemurnian.
Mat5:13, Luk14:34.

Yang dimaksudkan dengan kemurnian tiada lain adalah kebersihan diri sebagai murid-Nya dari perbuatan dosa. Dengan berbuat hal terlarang, kemurnian akan tercemar dan karenanya tidak lagi dapat dikatakan sebagai murid-Nya, bahkan harus dibuang, harus dihukum dengan dibakar. Mar9:49.

Dalam injil tulisan Markus terdapat dua penggal kalimat, mengenai garam dan damai, yaitu adalah: “Garam memang baik tetapi jika garam menjadi hambar, dengan apakah kamu mengasinkannya?”
Disambung dengan penggal kedua: “Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain.” Mar9:50.

Menjadi pertanyaan dengan dua penggal kalimat tadi, apakah garam diartikan sebagai damai, ataukah kedua penggal itu mempunyai arti masing-masing yang terpisah?
Namun jikalau melihat nilai simbol dalam masa sebelumnya, tidaklah keliru ditafsirkan bahwa Kristus juga mengartikan garam sebagai perdamaian.

Dengan perkataan lain, murid Kristus adalah mereka yang mempunyai kemurnian dari perbuatan dosa, dan pada sisi lain adalah juga mereka yang memelihara perdamaian. Itulah garam dunia, sebagaimana diajarkan Kristus, kemurnian plus sikap berdamai.

Perkembangan pengertian garam.

Kini, garam tidak saja berpengertian bijaksana, tetapi juga berarti pengetahuan. Garam menjadi simbol kebijaksanaan memilah mana yang benar dan baik dari segala kejadian dan sikap teladan. Di tempat lain, garam berpengertian sebagai pengalaman, seorang berpenglaman dikatakan sebagai telah banyak ‘makan garam’.

Dikemukakan para ahli alkitab, bahwa ditemukan khotbah atau homili, khususnya oleh tokoh agama yang masih muda usia sebagai belum setepatnya menggambarkan akan nilai garam sebagaimana dimaksud dalam ajaran alkitab.

Kiranya mempersiapkan khotbah yang sesuai dengan kesempatan (occasion) tertentu memang membutuhkan latihan dan pengalaman. Dengan makin banyak makan garam ber khotbah, niscaya kemampuan khotbah akan meningkat.